Cerita Pengakuan Fatmawati Saat Soekarno Mengeluarkan Rayuan Maut, Matanya Sampai Berkaca-kaca
Fatmawati sendiri pernah bercerita bagaimana rayuan maut Soekarno meluluhkan hatinya.
Aku jadi serba kikuk. Mau mengulangi pertanyaan segan.
Bung Karno diam saja, kemudian menundukkan mukanya di atas meja beberapa menit.
Melihat hal ini akhirnya aku beranikan diri bertanya pada Bapak.
“Pak, apakah Bapak sakit kepala? Atau kurang enak badan?”
Bapak mengangkat kepalanya.
Matanya ternyata berkaca-kaca, akhirnya berliau berkata, “Fat, sekarang terpaksa aku mengeluarkan perasaan hatiku padamu. Dengarlah baik-baik.”
Tanpa menunggu jawabanku Bapak melanjutkan pernyataan, “Begini Fat, sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu pertama kali aku bertemu denganmu, waktu kau ke rumahku dahulu pertama kali. Saat itu kau terlalu muda untuk menerima pernyataan cintaku. Oleh sebab itu aku tidak mau mengutarakannya.
Nah, baru sekarang inilah aku menyatakan cinta padamu, Fat.” Bapak diam sejenak dan terus memandangku dengan penuh perasaan, bertanya, “Apakah kau cinta padaku?”
“Bagaimana Fat cinta pada Bapak, bukankah Bapak mempunyai anak dan isteri?” jawabku sambil dirundung keheranan dan emosi.
“Aku tak mempunyai anak. Aku sudah 18 tahun kawin dengan Inggit, dan aku tak dikaruniai seorang anak pun jua. Isteriku pertama bernama Sundari, puteri dari Bapak Tjokroaminoto. Dalam keadaan suci Sundari kukembalikan pada orangtuanya, sedangkan Ratna Juami adalah anak saudara perempuan Inggit, dia sejak kecil kita ambil Fat, jadi tegasnya ia anak angkat kami,” demikian Bung Karno berkata.
Hal-hal dan keterangan ini belum pernah kuketahui dan belum pernah terpikirkan olehku sebelumnya.
Bung Karno mendesak, “Fat, kau cinta padaku?”
Aku berpikir Bapak mempunyai isteri, aku jadi bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Aku hanya mampu berkata, “Fat kasihan sama Bapak,” dengan singkat.
“Aku tak mau Fat kasihan padaku, tetapi kau harus katakan bahwa kau cinta padaku. Ketahuilah Fat aku bingung menjawab pertanyaan ibuku di Blitar, berulang kali beliau menyurati kapan ia diberi cucu lelaki.”
Dikatakannyalah bahwa mbakyunya sudah mempunyai 4 orang putera. “Aku dalam pembuangan. Hanya kaulah seorang jadi penghiburku. Jika aku berada di Jakarta dapat aku berunding dengan Moh. Husni Thamrin atau Mr. Sartono dan lain-lainnya. Siapa yang akan memiliki buku-buku yang kau lihat di kamarku itu?