Kesedihan Ibunda Razan Najjar: Kuharap Bisa Melihatnya Dalam Gaun Pengantin Putih, Bukan Kain Kafan

Sabreen al-Najjar menceritakan kembali kenangan saat terakhir kali dia melihat putrinya hidup.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Razan Ashraf Najjar 

Satu buah peluru berhasil menembus lubang di bagian belakang rompi.

Razan Al Najjar, dan rompi saksi ia ditembak tentara israel
Razan Al Najjar, dan rompi saksi ia ditembak tentara israel (Kolase TribunBogor)

Razan menjadi orang Palestina ke-119 yang dibunuh oleh pasukan Israel sejak protes populer mulai menyerukan agar hak Palestina untuk kembali ke rumah dari mana mereka diusir dari tahun 1948.

Lebih dari 13.000 orang lainnya telah terluka.

Baca: Senyum Terakhir Razan Najjar Kepada Sang Ibu Sebelum Gugur, Dia Terbang Seperti Burung di Depanku

Baca: Tabrak Lari di Tiga Lokasi di Surabaya, Suami Istri Dikeroyok Massa

Hanya Kami

Rida Najjar, yang juga seorang relawan medis, mengatakan dia berdiri di samping Razan ketika Razan ditembak.

"Ketika kami memasuki pagar untuk mengambil para pengunjuk rasa, Israel menembakkan gas air mata ke arah kami," kata pria 29 tahun, yang tidak terkait dengan Razan, kepada Al Jazeera pada hari Sabtu.

"Kemudian seorang sniper menembakkan satu tembakan, yang langsung mengenai Razan. Fragmen peluru melukai tiga anggota lain dari tim kami.

"Razan pada mulanya tidak menyadari dia telah ditembak, tetapi kemudian dia mulai menangis, 'Punggung saya, punggungku!' dan kemudian dia jatuh ke tanah.

"Itu sangat jelas dari seragam kami, rompi kami dan tas medis, siapa kami," tambahnya.

"Tidak ada pemrotes lain di sekitar, hanya kami."

Baca: Tim Densus 88 Anti Berhasil Jinakan Empat Bom yang Akan Diledakan di DPRD Riau dan DPR RI

Menyelamatkan nyawa dan mengevakuasi yang terluka

Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada 20 April 2018 lalu, Razan mengatakan bahwa dia merasa itu adalah "tugas dan tanggung jawabnya" untuk hadir di protes dan membantu yang terluka.

"Tentara Israel berniat untuk menembak sebanyak yang mereka bisa," katanya lagi.

"Ini gila dan aku akan malu jika aku tidak ada di sana untuk bangsaku."

Berbicara kepada The New York Times bulan lalu, Razan menggambarkan antusiasme yang dia miliki untuk pekerjaan yang dia lakukan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved