Kengerian yang Menyelimuti Hukuman Mati - Detik-detik di Ujung Ajal
Waktu menunjuk pukul 04.30. Suasana gelap dan sunyi masih menyergap kota Pamekasan di awal Januari
Lima lainnya tersangkut kasus pembunuhan, yaitu Suryadi Swabuana alias Dodi bin Sukarno, Sumiarsih, Djais Adi Prayitno, Sugeng, dan Jurit bin Abdullah.
Sementara di berbagai penjara di Tanah Air sederetan terpidana mati lainnya menunggu dengan waswas turunnya keputusan grasi yang masih ada di tangan presiden. Sebuah penantian yang pasti menyesakkan.
“Kalau memang harus mati, saya pasrah,” ujar Merri Utami (29) yang ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena kedapatan membawa 1,1 kg heroin yang disembunyikan di dalam tas yang dibawanya dari Nepal (Kompas 7/2/02). Ibu dua anak asal Solo ini lantas mengisi hari-harinya di penjara dengan menulis puisi.
Berdasar ketentuan, terhitung setelah 30 hari diterimanya keppres tersebut oleh kejaksaan negeri eksekusi harus dilakukan. Tata caranya berpatokan pada UU no. 2/Pnps/1964 yakni eksekusi dengan cara ditembak sampai mati tidak di muka umum, dengan cara sesederhana mungkin.
Eksekusi di hadapan regu tembak memang merupakan satu-satunya pilihan bagi terpidana mati di Indonesia. Berbeda dengan Amerika yang sudah menjalankan hukuman mati sejak tahun 1888.
Di sana terpidana disodori lima pilihan cara eksekusi. Yaitu suntikan, listrik, kamar gas, gantung, dan di hadapan regu tembak.
Dari lima cara itu, suntikan menjadi salah satu yang difavoritkan. Delapan belas negara bagian dan otoritas pemerintahan federal menggunakan suntikan sebagai satu-satunya cara eksekusi.
Delapan belas negara bagian lainnya juga menggunakan suntikan maut sebagai salah satu cara utama eksekusi, tetapi menawarkan cara lain sesuai yang dikehendaki terpidana.
Data yang dihimpun sejak 1976 sampai Juni 2002 menunjukkan, 617 dari 780 eksekusi atau 79%-nya memilih mati dengan cara disuntik.
Baca: 5 Bahaya Ini Mengintai Jika Kita Konsumsi Garam Berlebihan, Mulai Badan Bengkak Hingga Ginjal
Tiga kombinasi obat
Sesuai ketentuan, hukuman mati dengan cara ini dilakukan dengan menyuntikkan cairan yang merupakan kombinasi tiga obat. Pertama, sodium thiopental atau sodium pentothal, obat bius tidur yang membuat terpidana tak sadarkan diri.
Lantas disusul dengan pancuronium bromide, yang melumpuhkan diafragma dan paru-paru. Ketiga, potassium chloride yang membikin jantung berhenti berdetak.
Pada saat eksekusi, terpidana dibawa ke ruangan khusus; ditidurkan, serta diikat pada bagian kaki dan pinggang. Sebuah alat dipasang di badan untuk memonitor jantung yang disambungkan dengan pencetak yang ada di luar kamar.
Ketika isyarat diberikan, 5 g sodium pentothal dalam 20 cc larutan disuntikkan lewat lengan. Lalu diikuti oleh 50 cc pancuronium bromide, larutan garam, dan terakhir 50 cc potassium chloride.