Belasan Rumah Berdiri di Tengah Jalan Tol, Bukan Tak Mau Pindah, Namun Ini Alasannya
Target pemerintah menuntaskan persoalan jalan tol di Pulau Sumatera, tampaknya tidak berjalan mulus.
TRIBUNJAMBI.COM, BANDAR LAMPUNG - Target pemerintah menuntaskan persoalan jalan tol di Pulau Sumatera, tampaknya tidak berjalan mulus.
Ada-ada saja permasalahan yang dikeluhkan warga, sehingga membuat pelaksana proyek tersendat- sendat.
Salah satunya kasus yang menimpa Sebelas warga Km 84 Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan.
Baca: Bambang Soesatyo Ketua DPR Baru, Deretan Mobil Mewah dan Gaya Hidupnya Bikin Melongo
Mereka bersikeras menolak uang ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena proyek jalan tol trrans Sumatera.
Mereka memasang banner bertuliskan penolakan uang ganti rugi di dinding rumah.
Dalam tuntutannya, 11 warga ini meminta panita pelaksana pengadaan tanah melakukan penilaian ulang atas nilai tanah dan bangunan mereka.
Baca: Baju Ayu Ting Ting Melorot saat Manggung, Netizen Nyinyir Soal Ini
"Kami bukan menolak proyeknya (tol), tapi menolak nilai ganti rugi yang tidak adil. Yang kami inginkan, nilai ulang tanah dan bangunan kami secara adil, fair, bukan asal-asalan," kata Andreas, satu di antara 11 warga tersebut, Minggu (14/1).
Ia mencontohkan proses penilaian ulang tanah dan bangunan warga di Kampung Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah.
Baca: VIDEO: Kisah Kapolda yang Baru Tentang Masa Kecilnya di Jambi, Jernihnya Batanghari, dan Kebun Duku
"Di Kampung Gunung Sari, Lamteng, sanggahan warga untuk penilaian ulang terkabul. Kenapa kami tidak bisa? Apa bedanya?" tukas Anderas.
Cawan, warga lainnya, mengungkap kejanggalan sebuah rumah di Jatimulyo seluas 109 meter persegi bisa mendapat ganti rugi Rp 25 miliar.
"Kami masih yakin, rumah seharga Rp 25 miliar dengan luas 109 meter persegi yang sempat heboh menunjukkan bahwa penilaian tidak berjalan sesuai SOP (standar operasional prosedur). Kalau panitia memang adil, kenapa mereka tidak pernah datang menjelaskannya di pengadilan?" jelasnya.
Baca: Pengakuan Pilu Pemuda Simpanan Tante-tante, Menderita Jadi Mesin Pemuas Syahwat
Pantauan Tribun, 12 unit bangunan milik 11 warga tersebut masih berdiri.
Adapun sebagian besar bangunan di daerah itu sudah rata dengan tanah. Selain Andreas dan Cawan, warga lainnya yang protes adalah Tarno, Marzuki, Supangi, Yulianjono, Oktavianus, Hajibul, dan M Ridwan.
Mereka mendapat ganti rugi sekitar Rp 8 miliar, di bawah tuntutan mereka yang mencapai sekitar Rp 15 miliar.
Baca: FOTO: Segel Dibuka, Rumah Sakit Rimbo Medika Siap Lengkapi Kekurangan
Kepala Biro Administrasi Pembangunan Pemprov Lampung Zainal Abidin menyatakan akan tetap melakukan mediasi.
Namun terkait keingginan warga untuk penilaian ulang, menurut dia, hal itu kewenangan Badan Pertanahan Negara dan Pejabat Pembuat Komitmen.
"Untuk mediasi, kami. Tapi yang mengetahui kondisi lapangan, itu BPN dan PPK," ujarnya.
Baca: Lagu Jawa Lingsir Wingi Bikin Merinding, Pemanggil Kuntilanak? Warganet Ini Berani Ungkap Faktanya
Sementara Kepala BPN Lampung Iing Sarkim menyatakan, penilaiaan ulang bukan lagi kewenangan BPN maupun P2T.
Ia pun memastikan, langkah P2T sudah sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.
"Kalau ada yang tidak setuju, ada ketentuannya. Ada waktu keberatan 14 hari. Uang ganti rugi warga yang keberatan akan dititip ke pengadilan. Karena ini program nasional, bukan program swasta, maka silakan tempuh mekanisme yang ada," katanya.
Baca: Sejumlah Kades di Muarojambi Tersandung Kasus Hukum
Ambrol
Box culvert (gorong-gorong beton) underpass di jalan tol trans Sumatera ruas Dusun Persatuan Keluarga Sulawesi, Desa Penengahan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, ambrol.
PT Pembangunan Perumahan selaku rekanan pelaksana proyek tol ruas Bakauheni-Sidomulyo masih melakukan perbaikan.
Warga dusun setempat sempat mengkhawatirkan kondisi ambrolnya box culvert underpass tersebut.
Baca: Arti Mimpi Bertemu Orang yang Telah Meninggal, Sudahkah Anda Melakukan Ini Untuk Mereka?
Pasalnya, lokasi jalan terowongan ini merupakan akses warga menuju ke seberang jalan tol.
"Kami khawatir box culvert itu ambrol saat ada yang melintas. Karenanya, akses melalui underpass langsung ditutup," kata Adi, warga Dusun Persatuan Keluarga Sulawesi, Minggu (14/1).
Adi mengungkapkan, ambrolnya box culvert underpass tol di ruas dusun tersebut sudah terjadi sejak Desember 2017 lalu. PT Pembangunan Perumahan pun membuat jalur alternatif untuk warga.
Baca: Berkomentar Soal Advokat Kebal Hukum, Hotman Paris Skak Mat Fredrich Yunadi!
Pantauan Tribun, pekerja PT Pembangunan Perumahan masih melakukan perbaikan box culvert tersebut.
Yus Yusuf, penanggungjawab lapangan PT Pembangunan Perumahan, mengakui adanya kerusakan berupa keretakan pada box culvert underpass di ruas dusun itu.
Kondisi tersebut, menurut dia, terjadi karena proses penimbunan yang waktunya terlalu cepat sehingga berpengaruh pada box culvert.
Baca: Nasehat Maia Estianty Untuk Marion Jola, Satu Pesan Ini Malah Bikin Penonton Tertawa Nyindir
"Kemarin penimbunannya terlalu cepat, karena kami dikejar waktu. Sementara itu, kondisi cor betonnya belum begitu maksimal," ujar Yusuf, Minggu.
Meskipun demikian, Yusuf menjelaskan, kerusakan tidak terjadi pada seluruh bagian box culvert.
Baca: Belum Ada yang Berani Masuk, Sejumlah Goa Ditemukan di Merangin. Begini Pengamatan Warga
Saat ini, pihaknya masih melakukan perbaikan dengan membongkar timbunan pada box culvert underpass.
"Sekarang sedang kami perbaiki. Box culvert yang rusak akan kami ganti. Perbaikannya sedang kami lakukan," tandas Yusuf.