Vonis Buni Yani, Fahri Hamzah: Terjadi Polarisasi Dalam Masyarakat Akibat Kasus Ahok-Buni
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah ikut buka suara terkait vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan
TRIBUNJAMBI.COM- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah ikut buka suara terkait vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung terhadap Buni Yani.
Buni dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 32 Ayat (1) dan Pasal 28 Ayat (2) UndangU-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan menyebar ujaran kebencian dan mengedit isi video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menurut Fahri, polemik soal ini harus diakhiri.
Bagi pihak yang merasa dirugikan, ada upaya hukum lanjutan yang bisa ditempuh.
"Tetapi, kita sebagai pengambil kebijakan harus melihat, terjadinya polarisasi dalam masyarakat akibat kasus Ahok-Buni dan lain-lain itu, harus dihentikan. Itu tidak sehat bagi kita," kata Fahri.
Baca: Berhasil Jadi Miss International 2017, Kevin Lilliana Lakukan Persiapan Selama 11 Bulan
Baca: Argentina vs Nigeria, Sergio Aguero Pingsan di Kamar Ganti Pemain
Fahri khawatir, ketidakpuasan terhadap putusan hukum akan saling berbalas dan melebar.
"Saya khawatir melebar sampai Pilpres," ucap Fahri.
Buni dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Dalam sidang pada 3 Oktober lalu, di tempat yang sama, tim jaksa yang dipimpin Andi M Taufik menuntut Buni Yani 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hal yang memberatkan menurut hakim adalah perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan tak mengakui kesalahannya.
Hal yang meringankannya adalah Buni Yani belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga.
Jejak 19 kali sidang
Buni Yani sebelumnya didakwa mengunggah video pidato Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, di laman akun Facebook miliknya dengan mencantumkan keterangan berupa transkrip video pidato yang dinilai tidak sesuai dengan transkrip yang asli dan menghilangkan kata "pakai" saat Ahok menyinggung surat Al Maidah dalam pidatonya.