EDITORIAL

Pengawasan Internal di Perbankan

SUDAH menjadi pemahaman umum bahwa pelaku kejahatan biasanya bukan orang-orang jauh dari konteks kejahatan itu sendiri.

Editor: Duanto AS

SUDAH menjadi pemahaman umum bahwa pelaku kejahatan biasanya bukan orang-orang jauh dari konteks kejahatan itu sendiri. Dalam kasus kejahatan domestik, bukan mustahil melibatkan pelaku dari keluarga itu sendiri.

Begitupun dengan kejahatan ekonomi, kerap juga melibatkan mereka yang terlibat dalam masalah ekonomi ini. Kita masih ingat kasus kejahatan kerah putih yang dilakukan Gayus Tambunan terkait masalah pajak. Gayus adalah orang di dalam internal pajak itu sendiri.

Begitupun dengan kasus kejahatan ekonomi yang diungkapkan pihak Polda Jambi Senin (22/5) kemarin. Sebuah bank besar BUMN mengalami kebocoran dana Rp 8,8 miliar. Lima orang sudah ditangkap, dan kini sudah berstatus tersangka. Kelima orang tersebut adalah pekerja di bank itu sendiri. Bahkan satu di antaranya adalah kepala cabang pembantu bank tersebut.

Sebagai orang dalam, kejahatan kerah putih ini mudah mereka lakukan. Modusnya pun sangat simpel. Mereka menggunakan berkas-berkas ajuan kredit yang ditolak dan tidak dikembalikan kepada nasabah. Berkas ini diajukan kembali, dan kredit pun cair. Atau mereka menggunakan berkas ajuan kredit dari nasabah, namun nominalnya yang mereka mainkan. Nasabah tetap mencicil senilai yang diajukan, sementara yang cair hanya separuhnya, misalnya. Bagaimana caranya, tentu mereka yang tahu.

Aksi ini sudah berjalan selama tiga tahun, sejak 2013. Aksi mereka terhenti pada 2016 setelah dilakukan audit oleh pihak bank, hingga diketahui keterlibatan lima tersangka tersebut sehingga mereka dipecat.

Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama untuk tindak kejahatan ini. Terlihat dari banyaknya berkas yang dijadikan kredit fiktif. Ada sekitar 110 berkas nasabah yang mereka mark-up dan dananya dicairkan. Korbannya adalah pihak bank itu sendiri.

Aksi ini berjalan mulus dalam waktu lama lantaran ada empat orang dalam yang dilibatkan dan pucuk pimpinan kantor di lokalnya justru terlibat. Mereka sangat memahami prosedur ataupun celah-celah yang bisa dilalui dengan sempurna untuk sebuah manipulasi.

Melihat besaran dana yang ditilep, waktu kejahatan yang berlangsung cukup lama, serta person inti yang terlibat, ini menunjukkan perlunya pengawasan lebih ketat lagi atas aktivitas-aktivitas perbankan ini.
Pengawasan internal di kantor cabang pembantu bank tersebut bisa jadi mudah dikelabui lantaran kacabnya terlibat. Tentu masih ada pengawasan lebih lanjut atas aktivitas-aktivitas perbankan di daerah.

Untuk sebuah bank BUMN, tentu sudah ada standar operasional prosedur pengawasan internal. Seperti halnya lembaga atau institusi lain di negeri ini. Seperti di tingkat pemerintahan, kepolisian, militer, pengawasan internal terus berjalan.
Pengawasan yang dilakukan oleh badan tertentu di institusi itu merupakan bagian dari kontrol atas segala aktivitas, baik dari sisi nominal maupun prosedur atau proses. Satu di antara pengawasan adalah dilakukannya suatu audit, sehingga kasus kredit fiktif ini akhirnya terbongkar.
Namun melihat lamanya waktu tersangka bebas memanfaatkan uang ini menunjukkan pengawasan internal harus lebih intens dan lebih jeli lagi. Yang dihadapi adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi. (*)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved