Arab tak Cukup Dipayungi Ketika Hujan, Pak Jokowi
Kegelisahan hati Presiden Joko Widodo (Jokowi) teramat sangat lumrah, melihat deretan angka-angka yang menunjukkan
Dalam rilis sama, peringkat kemudahan berusaha China tahun 2017 berada di urutan ke-empat setelah Selandia Baru, Singapura, dan Hong Kong. Menyusul di belakang China, ada produsen gelombang K-Pop, Korea Selatan. Bandingkan dengan Indonesia, peringkat 91.
Kemudahan Berusaha
Terkait dengan kemudahan berusaha ini, sebenarnya ada satu hal penting yang membuat orang mau berinvestasi, yaitu kepastian hukum dan kepastian kebijakan. Namun, ini seperti barang langka yang ada di negeri ini.
“Jadi, tingkat risiko di Indonesia masih tinggi karena dukungan infrastruktur belum pasti. Ditambah lagi inkonsistensi kebijakan. Jangankan kepastian regulasi, kita (pemerintah) bikin kebijakan saja tidak konsisten,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati, Jumat (14/4).
Ambillah contoh di sektor andalannya Arab Saudi, yaitu sektor energi. Siapa yang tidak tahu bahwa payung hukum di sektor ini sering sekali berubah?
Di subsektor mineral dan batu bara (minerba) misalnya, regulasinya sering sekali berubah. Mungkin bahasanya sama, syaratnya juga kurang lebih sama. Cuma jangka waktunya saja yang diperpanjang untuk mengakomodasi perusahaan tambang besar. Begitu juga dengan subsektor minyak dan gas bumi (migas).
Negosiasi demi negosiasi yang alot antara pemerintah dan kontraktor di beberapa blok boleh jadi menjadi gambaran Arab Saudi betapa banyaknya yang harus dibuat bahagia dengan kehadirannya sebagai investor.
Padahal menurut Enny, Arab Saudi tidak membutuhkan semua kerumitan itu. Regulasi yang bolak-balik diubah oleh para pembantu Presiden itu menurut Enny seharusnya menjadi pelajaran, bahwa investor itu butuh kepastian.
Selain itu, masalah infrastruktur yang masih tertinggal jauh dibandingkan China, menurut Enny juga menjadi salah satu pertimbangan Arab Saudiberkomitmen lebih besar kepada Xi Jinping.
Dia melihat Arab Saudi ini tipe negara yang tidak mau repot, karena merasa memiliki banyak modal. Jadi, lumrah saja jika pilihannya adalah negara yang infrastrukturnya sudah jalan, sehingga apa yang ditanamkan segera berbuah.
“Kita sudah berada dalam kompetisi sempurna sekarang. Kalau Indonesia sudah berbangga diri dengan keunggulan sumber daya alam yang kita milik dan berhenti di situ, ya sudah pasti disalip semua negara,” kata Enny.
