Melawan Stigma PKI, Film Pendek Karya Pelajar Asal Rembang ini Akan Go Internasional
TRIBUNJAMBI.COM - Dua film pendek berlatar peristiwa 1965 besutan dua pelajar asal SMAN 1 Rembang, memenangi Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2016.
Ilman tak sendiri. Ada Raeza Raenaldy. Ia membikin film berjudul ‘Izinkan Saya Menikahinya’.
Berkisah tentang seorang tentara yang tak bisa menikahi kekasihnya lantaran kakek sang kekasih dicap Eks Tapol (ET). Padahal sepasang kekasih ini sudah menjalin cinta sejak SMP.
Kisah cinta yang terjalin selama sembilan tahun tersebut, pupus, setelah sang Komandan melayangkan selembar surat yang berisi penolakan izin menikah lantaran kekasihnya adalah cucu dari seseorang yang terlibat PKI.
Lewat film ini, Raeza ingin menyentil sikap tentara yang masih saja menstigma para korban. Padahal sejak Gus Dur memimpin, persoalan eks tapol sudah diselesaikan.
Tapi toh, kasus yang menimpa pasangan kekasih itu terjadi pada 2014.
“Tulisan eks Komunis (ET) itu kan sudah dihapus oleh Presiden Gus Dur pada tahun 1999, kalau tidak salah. Masa di tahun 2014 masih saja tetap dipermasalahkan, kan aneh. Apalagi ini kan bukan pelakunya. Mungkin, saya ingin memberi tahu, bahwa di kota sekecil Purbalingga ini, eks tapol itu masih dipermasalahkan. Apalagi ini kan cuma bidang pernikahan,” kata Raeza Raenaldy.
Tapi sayang, ide dua pelajar tersebut tak disokong pihak sekolah; tak diberi dana dan tak dipinjami peralatan. Padahal di sekolahnya, ada praktikum ekstrakurikuler sinematografi.
“Banyak kesulitan. Terutama kan karena sekolah tidak mendukung. Karena pasti bikin film itu kan pasti butuh dana. Karena sekolah tidak ada kan, dananya dari teman-teman, anak-anak yang ikut ekstrakurikuler. Hasil iuran,” ungkap Raeza Raenaldy.
Namun bukan berarti Ilman dan Raeza, urung membuat film berlatar peristiwa 1965 itu. Keduanya sepakat patungan membiayai pembuatan film.
Beruntung pula, komunitas film di Purbalingga bersedia membantu pendanaan dan meminjaman kamera dan peralatan lainnya.
Hingga pada Maret 2016, dimulaikan proses produksinya.
Akan tetapi, Kepala SMAN 1 Rembang, Purwito, berkilah pihaknya tak mendukung. Kata dia, proposal kedua film itu terlambat diajukan dan tanpa diketahui sekolah.
“Manakala ada kegiatan sudah berjalan, kemudian tidak ACC kepala sekolah, itu sama saja inprosedural. Dan itu tidak kami kehendaki sama sekali. (Jadi film ini tidak dibiayai?) Tidak, betul, tidak sepeserpun, saya katakan. Jadi kalau ada yang mengatakan di media sosial tidak dibiayai, kami katakan, ‘iya betul, tidak sepeserpun’,” kata Purwito.
Miris karena belakangan, pihak sekolah menghentikan ekstrakurikuler sinematografi, pasca ketahuan anak didiknya memproduksi film berlatar tragedi 1965.
Purwito mengatakan, keputusan itu sesuai pertimbangan manajemen sekolah.