Ulama Besar Bocorkan Rencana Makar Kepada Jenderal Gatot Nurmantyo
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa dirinya telah dihubungi seorang ulama besar
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa dirinya telah dihubungi seorang ulama besar yang menjelaskan adanya rencana makar.
Informasi tentang rencana makar juga diterima dan diselidiki oleh Polri.
Jenderal Gatot menjelaskan, kabar dari ulama tersebut bisa dipercaya.
"Seorang ulama besar mencium adanya penggulingan dan memberi tahu saya," kata Gatot saat ditemui di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Kamis (24/11).
Gatot menjelaskan bahwa massa yang akan kembali berunjuk rasa, bakal mengusung isu yang berbeda.
Jika sebelumnya mereka menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas dugaan penistaan agama, maka pada aksi yang akan datang, pengunjuk rasa akan menuntut penurunan pejabat yang dianggap melindungi Ahok.
"Di media sosial kan sudah ramai yang berbicara seperti itu. Nah kami mengharapkan itu tidak terjadi sama sekali," tegas Gatot.
Di media sosial, Presiden Joko Widodo sering dianggap melindungi Ahok.
Panglima TNI tidak mempermasalahkan adanya unjuk rasa. Namun, ia mengingatkan bahwa jumlah massa yang besar cenderung tidak berkepribadian dan mudah berubah.
Di sisi lain Gatot mendukung Kapolri melarang salat Jumat di jalan raya pada aksi 2 Desember 2016.
Menurut Gatot, hal itu dapat menyusahkan masyarakat yang membutuhkan penanganan gawat darurat.
"Sebagai umat beragama, kan ada masjid. Bayangkan di jalan ada orang hamil mau melahirkan karena tidak bisa lewat situ melahirkan di jalan, tidak tertolong, siapa yang tanggung jawab? Ada yang sakit jantung atau ada yang mau transaksi, ekonomi terhambat, tidak bergerak. Seharusnya selalu berpikir seperti itu," katanya.
Laporan intelijen
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyatakan akan ada upayamakar pada rencana aksi 25 November atau hari Jumat ini.
Rencananya, akan ada unjuk rasa di DPR lalu pengunjuk rasa menguasai DPR dan melengserkan Presiden Joko Widodo.