"Bagi Orang Baduy Tinggal di Atas Tanah Itu Sama Saja Hidup di Bawah Tanah"
Masyarakat Baduy menyimpan ragam kearifan lokal yang bisa dipelajari.

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Masyarakat Baduy menyimpan ragam kearifan lokal yang bisa dipelajari. Arkeolog sekaligus antropolog, Cecep Eka Permana menyebutkan kearifan lokal masyarakat Baduy seperti dalam pembuatan rumah.
"Buat orang Baduy, orang yang tinggal, tidur, di atas tanah, itu sama saja hidup di dunia bawah. Makanya rumah orang Baduy berkolong." kata Cecep dalam paparan diskusi "Gerakan Rayakan Perbedaan Baduy Kembali" di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (8/4/2016).
Dalam penanaman tiang-tiang fondasi rumah, masyarakat Baduy juga tak langsung untuk menancapkan ke tanah melainkan menggunakan batu sebagai perantara. Menurut Cecep, hal itu menunjukkan simbol-simbol yang dipercaya oleh masyarakat Baduy.
"Untuk jendela, orang Baduy perlu jendela? Gak perlu, orang gak ada jendela aja dinginnya minta ampun," jelasnya.
Sedangkan untuk asap-asap hasil pembakaran kayu juga dianggap tak melulu menyebabkan penyakit. Asap bagi masyarakat Baduy, menurut Cecep berfungsi sebagai cara konservasi rumah.
"Itu juga digunakan sebagai konservasi rumah yang terdiri dari kayu dan bambu, asap itu untuk mengusir rayap dan bambu," ungkap Cecep yang juga berprofesi sebagai dosen ini.
Diskusi di Bentara Budaya Jakarta membahas tentang perkembangan budaya Baduy bersama para sosiolog, arkeolog/antropolog, dan tokoh Baduy.
Narasumber yang hadir adalah sosiolog Imam Prasodjo, arkeolog/antropolog Cecep Eka Permana, tokoh Baduy Sarpin dan dimoderatori oleh wartawan harian Kompas sekaligus pendiri Kompasiana Pepih Nugraha.
Diskusi dimulai pada pukul 14.00 WIB dengan dibuka oleh pemaparan singkat oleh narasumber Cecep Eka Permana tentang perkenalan dengan Suku Baduy.