Pengamat Tuding Pemerintah Masih Pro Calo Migas
Pengamat migas dari IRESS Marwan Batubara menuding pemerintah dinilai masih gamang
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Pengamat migas dari IRESS Marwan Batubara menuding pemerintah dinilai masih gamang membersihkan praktik calo di industri migas. Seiring langkah Kementerian ESDM yang kembali merevisi Peraturan Menteri (Permen) No.37 tahun 2015 tentang penetapan alokasi dan pemanfaatan serta harga gas bumi yang baru terbit 23 Oktober lalu.
Kata dia, jika Jokowi terus berkompromi dengan para trader seperti itu, konversi energi ke gas bumi tidak akan berjalan. Dan akan terus tergantung dengan impor BBM.
"Pemerintah jangan sampai takut dengan trader gas meski mereka punya backing kuat di partai politik, lingkar kekuasaan. Mereka ini hanya pragmatis saja, tidak mau mengikuti sistem, tidak mau mengakui bahwa mekanisme trader berjenjang sangat merusak sistem dan merugikan konsumen," tegas Marwan, Jumat (8/1).
Dalam beleid itu sebelumnya telah diatur bahwa alokasi gas diprioritaskan diberikan kepada BUMN dan BUMD di mana lokasi tambang gas dilakukan.
Namun, langkah berani Kementerian ESDM tersebut mendapat perlawanan dari para calo gas yang selama ini menguasai sektor hulu migas nasional. Para trader gas modal kertas yang telah menyebabkan harga gas ke konsumen semakin mahal ini terus membangun opini bahwa kebijakan ESDM dalam Permen 37/2015 tersebut akan mematikan bisnis gas.
“Seharusnya Menteri ESDM konsisten dengan aturan yang sudah benar itu (Permen 37/15). Jika terus mengikuti kemauan trader gas tanpa fasilitas, lalu apa bedanya pemerintahan Jokowi,” kata Marwan.
Marwan mengingatkan, sektor migas karena strategis harus dikuasai BUMN. Selama ini penguasaan justru oleh para trader sehingga jelas-jelas melanggar konstitusi.
"Penguasaan di trader ini melanggar konstitusi yang harusnya dikuasai BUMN karena gas sektor strategis. Trader boleh saja tapi harusnya tidak membuat rantai bertambah dengan menghalalkan segala cara lalu memaksakan kepentingan mereka,” ujarnya.
Sementara itu, pakar energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmi Radhi menilai Permen ESDM No 37 tahun 2015 tersebut sejatinya merupakan penyempurnaan dari Pedoman Tata Kerja BP Migas No 29 Tahun 2009 (PTK 29) tentang Penunjukan dan Penjualan Gas Bumi / LNG / LPG Bagian Negara dan Permen ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
"Permen ESDM No 37 salah satu tujuannya adalah untuk membatasi trader non-infra struktur, yang cendrung menjadi broker," tegasnya.
Ia menilai, selama ini para broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada, sehingga dengan leluasa melakukan praktik penjualan bertingkat dengan modal ala kadarnya, namun menuai margin niaga berlimpah, yang ujung-ujungnya membuat tingginya harga jual gas di konsumen.
Ia juga minta agar juga meminta agar pemerintah tidak gegabah dalam merevisi regulasi yang sudah benar seperti Permen 37/2015. Pasalnya sudah terbukti bahwa kehadiran trader gas tanpa fasilitas telah membuat pemanfaatan gas bumi berjalan di tempat.
Menurut Fahmi banyak perusahaan yang mendapat alokasi gas yang tidak membangun infrastruktur. Mereka hanya memanfaatkan jalur kekuasaan untuk mendapatkan untung besar tanpa memiliki fasilitas jaringan gas. Bahkan yang kini semakin terlihat, para calo gas ini menekan BUMN agar dapat menggunakan fasilitas BUMN untuk dapat menjual alokasi gas yang mereka peroleh.
"Jika calo gas masih diberi kebebasan mengatur pasokan gas, infrastruktur gas tidak akan pernah terbangun. BUMN yang akan terus dirugikan,” katanya.
Langkah para calo gas yang didukung oleh segelintir oknum pejabat di Kementerian ESDM untuk mendorong open access terhadap jaringan pipa milik BUMN akan berdampak buruk bagi peningkatan pemanfaatan gas bumi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/08012016_marwan-batubara_20160108_201615.jpg)