PP Pengupahan Digugat ke MA

Sekitar 70 konfederasi serikat pekerja mengajukan gugatan uji materi atawa judicial review Peraturan Pemerintah

Editor: Fifi Suryani
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Sekitar 70 konfederasi serikat pekerja mengajukan gugatan uji materi atawa judicial review Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan ke Mahkamah Agung (MA).

Gabungan kelompok buruh ini menuntut MA mencabut pasal 44 ayat 2 yang mengatur rumusan penetapan upah minimum provinsi (UMP).

Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan, secara resmi telah menyerahkan pengajuan gugatan judicial review ke MA. "Ada dua alasan kami mengajukan gugatan pasal yang menjadi jantung PP terkait upah minimum tersebut," kata dia, Kamis (10/12).

Alasan pertama, sebagian besar buruh merasa dirugikan secara materi dengan hadirnya PP tersebut.

Ketetapan formula UMP justru menurunkan persentase kenaikan upah yang diterima buruh.

Ia mencontohkan, sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur seperti Sidoarjo, Pasuruan, dan Surabaya telah menetapkan upah minimum regional sekitar Rp 3,2 juta.

"Tapi, ketika sampai di provinsi, UMP justru turun menjadi sekitar Rp 3 jutaan karena gubernur harus mengikuti ketentuan PP Pengupahan," ujar dia.

Kedua, pasal formula UMP yang didasarkan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga telah melanggar ketentuan yang lebih tinggi.

Yakni, UU Nomor 21 Tahun 200 tentang Serikat Pekerja, Konsesi Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) Nomor 87 dan 131, serta UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan berlakunya ketetapan pengupahan di PP Nomor 78/2015, maka hak berunding dan hak konsultasi antara pengusaha dan serikat buruh dalam penetapan upah minimum menjadi hilang.

"Pasal 88 dan Pasal 89 UU Nomor 13/2003 juga sudah dilanggar, karena penetapan UMP berlaku flat dengan rumus dari pusat, seharusnya ditetapkan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan yang anggotanya mewakili serikat buruh," kata Said.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri mengatakan, PP pengupahan sejatinya memberikan kepastian hukum bagi buruh maupun pengusaha dalam penetapan upah minimum.

Buruh juga akan terlindungi karena kenaikan upah harus mempertimbangkan inflasi dan pertunbuhan ekonomi.

Dengan terbitnya PP Pengupahan seharusnya arena perjuangan buruh dan pengusaha tidak lagi fokus ke UMP.

Hanif bilang, buruh masih bisa memperjuangkan peningkatan UMP lewat penetapan item komponen hidup layak (KHL) yang ditetapkan setiap lima tahunan.

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved