Swarnadwipa Jambi dalam Sejarah
Ini bukan tentang visi misi Gubernur Jambi Hasan Basri Agus dan Wakilnya, Fachrori Umar. Bukan pula soal Jambi Emas jilid II pada 2015
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
Tingginya angka ekspor emas itu tak dibarengi dengan kontribusi berarti bagi Jambi. Pasalnya ekspor dilakukan tidak hanya melalui pelabuhan Jambi.
Sekarang masalah klasik itu kita temui tatkala ekspor crude palm oil (CPO) tak semuanya keluar melalui pelabuhan Talang Duku.
Infrastruktur membuat pengusaha memilih mengekspor melalui pelabuhan di provinsi tetangga.
Emas Jambi, utamanya berada di Merangin, Kerinci juga Sarolangun. Konon, asal nama Gunung Masurai di Merangin muncul karena saking banyaknya emas di sana.
Awalnya adalah emas berurai dari atas ke bawah dan kemudian frasa itu menjadi Masurai. Demikian halnya dengan Sungai Bermas di Kerinci.
Warga setempat meyakini, maksud kata bermas” awalnya adalah karena di sungai tersebut mengandung emas atau beremas.
Tribun pernah menurunkan laporan temuan-temuan emas di Kerinci tersebut. Bahkan korps baret merah di negeri ini dalam ekspedisinya tahun 2011 lalu memetakan sebaran emas di bumi sakti alam Kerinci.
Danrem 042 Garuda Putih (saat itu) Kolonel Yudhie Karsono membeber Tim Ekpedisi Gunung Kerinci menemukan sekitar lima koordinat yang mengandung emas di Kabupaten Kerinci. Tak hanya koordinat, tim yang beranggotakan ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti geologi, flora fauna, kehutanan, sosial budaya (sosbud) dan mitigasi bencana itu juga menentukan kisaran umurnya.
Seorang veteran pelaku sejarah Jambi, A Mukty Nasruddin di awal-awal bukunya Jambi dalam Sejarah Nusantara juga bercerita soal kayanya Jambi akan emas.
Pada 1983 ia menyaksikan bagaimana masyarakat di hulu sungai Batanghari, Tabir, Batang Asai beramai-ramai mendulang emas. Manakala Mukty Nasruddin berada di Lubuk Resam, ia melihat sehabis hujan turun anak-anak mencari butir emas dilekuk-lekuk bekas cucuran air hujan di dekat sebuah rumah tua.
"Bahwa disekitar rumah itu apabila hari sudah hujan akan selalu didapati butir-butir emas sebesar biji bayam dan terkadang lebih,” katanya.
Ia menduga, banjir besar yang melanda Jambi pada 1955 membawa butiran emas di sungai-sungai terpendam ke daratan di sekitarnya.
Kondisi kekinian, emas-emas itu dikeruk bukan hanya oleh penambang tradisional ataupun penambang emas tanpa izin alias Peti.
Korporasi dan para pemodal besar juga turut mengeruk kekayaan bumi Jambi. Walhi Jambi mencatat, sekitar 22 persen wilayah Jambi dikuasai oleh 406 konsensi pertambangan.
Direktur Walhi Jambi, Musri Nauli mengatakan setelah reformasi penambangan emas semakin masif. Itu dikhawatirkan berimbas pada rusaknya lingkungan.