Jambi Tempo Dulu

Jangan Lupakan Merangin Tua

Kabupaten Merangin, dulu bernama Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko), memiliki babak penting dalam sejarah Jambi.

Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Fifi Suryani

TRIBUNJAMBI.COM - Kabupaten Merangin, dulu bernama Kabupaten Sarolangun Bangko (Sarko),  memiliki babak penting dalam sejarah  Jambi. Bukan hanya di masa kolonial, tapi justru lebih jauh dari zaman penjajahan. Taman bumi atau geopark dan temuan peninggalan zaman megalitik  adalah  monumen” bisu yang bisa menceritakan peradaban kebudayaan di masa lalu

SEPERTI potret lawas kali ini yang diunduh dari laman KITLV. Batu panjang yang dikenal sebagai batu silindrik atau oleh masyarakat setempat disebut  batu larung berada di Desa Tanjung Kasri,  Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin.
Di laman KITLV, foto tersebut diberi judul Steen (batoe lahong) in het stroomgebied van de Mesoemai in Djambi. Batoe (batu) lahong tak lain adalah batu larung, sebutan warga Merangin untuk batu tersebut. Sebutan batu ini memang berbeda-beda, misalnya batu bedil atau batu gong. Foto itu bertanggal 16 Desember 1933.
Laporan survei arkeologi yang dilakukan BPCB Jambi mengidentifikasi, tinggalan zaman  prasejarah itu berbentuk bulat panjang, berdimensi panjang 456 cm, lebar pangkal 120 cm, tinggi pangkal 79 cm, lebar ujung 82 cm dan tinggi ujung 70 cm.  Sebagaimana tampak di gambar, batu ini menjadi  kian menarik dengan adanya relief menyerupai manusia.
Relief itu terdapat di pangkal dan ujung batu.  Pada pangkal terdapat relief berupa manusia dalam posisi kaki kangkang, tangan kiri ke bawah memegang wadah, tangan kanan ke atas. Pada ujung juga terdapat relief manusia dalam posisi kangkang, tangan kanan naik sebatas bahu memegang sebuah benda panjang, sedang tangan kiri dalam posisi naik sebatas kepala dengan memegang sebuah benda berbentuk panjang. Jenis batuan terbuat dari batu andesit,” tulis Muhammad Ikhsan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi dalam laporan Survei Arkeologi di Kawasan Serampas pada 2003 lalu.
Merangin dan Kerinci yang dulu merupakan satu kesatuan, memang memiliki peninggalan pra sejarah. Bentangannya terhampar di dataran tinggi Bukit Barisan antara Jangkat dengan Gunung Raya (Kerinci). Setidaknya terdapat 18 situs berupa benda megalit di dua daerah ini. Demikian Tri Marhareni S Budisantosa dalam makalahnya, Pola Permukiman Daerah Jambi Sejak Zaman Batu Hingga Islam Awal. Benang merah dari temuan situs-situs itu adalah, semua berada di dataran tinggi.
 Analisis konteks antara temuan dengan lingkungan alam dalam ruang makro diketahui situs-situs megalitik Dusun Tuo, Nilo Dingin, dan Pematang Rimbo Tembang berada di kawasan dataran tinggi dengan ketinggian antara 800-1.000 meter di atas muka air laut. Batu larung di Bukit Batu Larung yang diteliti oleh Dominik Bonatz dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional pada tahun 2005 berada pada ketinggian sekitar 870 meter di atas muka air laut,” ujar Tri Marhaeni dalam makalahnya. Kata dia, bahwa sebaran seluruh batu larung di dataran tinggi Jambi berpola mengikuti alur Pegunungan Bukit Barisan yang membujur barat laut-tenggara.
Menyebut beberapa diantara situs purbakala tersebut,  ada batu silindrik dengan relief harimau. Batu ini berada di Desa Renah Kemumu, Kecamatan Jangkat dan memiliki panjang 346 cm, lebar 80-105 cm dan tinggi 40-85 cm. Temuan ini dilaporkan oleh John David Neidel, dosen dari Yale University.
Junaidi T Noor yang konsen terhadap sejarah dan budaya Jambi mengatakan, Merangin memiliki tinggalan-tinggalan masa lalu yang relatif lengkap.  Batu silindrik yang merupakan warisan megalit adalah era melayu muda.

 Ini sudah dalam kategori melayu muda. Sudah ada masuk budaya besi, nampak dari tinggalannya yang ada ukiran,” tuturnya seraya mengatakan adapun di era melayu tuo dibuktikan dengan temuan semisal alat berburu di Goa Tiangko, Sungai Manau.
Lebih dekat ke masa sekarang, ia menyebut ada temuan Prasasti Karang Berahi yang merupakan peninggalan abad ke 7.  Menurutnya, Merangin adalah laboratorium alam untuk terus digali. Terlebih dengan tinggalan masa lalu yang relatif  lengkap” dari masa ke masa. Beranjak dari itu, kiranya Merangin yang mulai menjadi perhatian-utamanya karena Geopark-tidak dilupakan begitu saja.
Junaidi berharap, dengan dibukanya jurusan arkeologi di Unja kelak bisa terus melakukan penelitian di Merangin. Tentu, pintu juga terbuka bagi peneliti lainnya sehingga penggunaan multi pendekatan semisal sejarah, antropologi, sosiologi, arkeologi, bisa dilakukan.
Maka pendekatan keilmuan lebih berhak atas tinggalan masa lalu tersebut. Bukan dengan pendekatan ala masyarakat yang berburu harta karun seperti yang dilakukan di salah satu temuan tersebut. Batu silindrik oleh masyarakat dihancurkan hanya karena dugaan batu itu berisi emas. Hasilnya, tentu emas Merangin tak  tersimpan” di batu itu. (deddy rachmawan)








Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved