Diet Tak Makan Nasi, Benarkah Bisa Bikin Langsing? Ini Penjelasannya Secara Sains

Kelebihan berat badan juga diidentikkan sebagai akibat dari pola makan yang berlebihan, sehingga mengurangi atau menghindari nasi dianggap cara yang p

Editor: Suci Rahayu PK
Instagram @antonny.arm
Ilustrasi makan nasi 

Diet tak Makan Nasi, Benarkah Bisa Bikin Langsing? Ini Penjelasannya Secara Sains

TRIBUNJAMBI.COM - Tidak makan nasi sama saja dengan belum makan. Itulah anggapan yang selama ini beredar di masyarakat.

Kelebihan berat badan juga diidentikkan sebagai akibat dari pola makan yang berlebihan, sehingga mengurangi atau menghindari nasi dianggap cara yang paling manjur untuk mengontrol berat badan.

Namun, benarkah demikian?

Baca: Dituntut 6 Tahun Penjara, Habib Bahar Hadapi Vonis Hari Ini, Pendukung Bawa Atribut Beri Dukungan

Baca: Menteri Susi Pudjiastuti Nekat Minta Saham Facebook 10 Persen, Tantang Mark Zuckerberg Tanding

Baca: Harga Emas Naik, Pinjaman di Pegadaian Makin Tinggi, Capai Rp3,3 Juta Persukunya

Kebiasaan makan nasi di Indonesia sebagai makanan pokok berawal dari kolonisasi suku Austronesian yang bergerak ke arah selatan setelah berhasil menduduki pesisir timur daratan China.

Sebuah penelitian statistik oleh Silva dan kolega pada tahun 2015 yang mengacu pada data arkeologi padi selama 400 tahun terakhir menyebutkan bahwa padi pertama kali di tanam di sekitar region Yangtze tengah dan selatan pada tahun 5000 SM, sebelum kemudian di tanam di pesisir Asia Tenggara 3.500 tahun kemudian.

Ilustrasi makanan
Ilustrasi makanan (Instagram)

Sampai hari ini pun, nasi telah menjadi makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat.

Namun nyatanya, karbohidrat tidak hanya ditemukan dalam nasi.

Karbohidrat sebagai salah satu sumber energi bagi manusia juga dapat ditemukan pada bahan makanan lainnya, seperti roti, biji-bijian, kentang, bahkan buah dan sayuran.

Selain itu, tubuh manusia juga dapat mengubah energi dari dua bahan bakar lainnya yaitu protein dan lemak menjadi komponen karbohidrat ketika tubuh tidak memiliki cadangan karbohidrat yang cukup.

Proses ini disebut glikonegenesis.

Baca: Bebas Penjara, Malam-malam Kriss Hatta Gelar Ritual Buang Sial, Celana Dalam Jadi Korban

Baca: VIDEO : 3 Hoaks dan Fakta Sebenarnya Tentang Audrey Yu Jian Hui yang Hebohkan Warganet

Oleh karena itulah; karbohidrat, protein dan lemak secara kolektif sering juga disebut sebagai makronutrien.

Sekarang, bayangkan struktur kimia karbohidrat seperti rantaian gelang mutiara.

Semakin panjang rantainya, semakin banyak energi yang kita habiskan untuk mengumpulkan kembali biji mutiara apabila gelang ini terputus.

Albert L Lehninger, seorang ahli biokimia dalam bukunya Principles of Biochemistry menjelaskan bahwa karbohidrat terbentuk dari rantaian komponen pembentuknya yang disebut sakarida.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved