Fadli Zon Merasa Difitnah Menyerang Mbah Moen di Puisi Doa yang Tertukar Hingga Harus Minta Maaf

Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon meminta maaf kepada KH. Maioen Zubair soal karya puisinya yang berjudul Doa Yang Ditukar.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Twitter/Fadli Zon
Fadli Zon dan Mbah Moen 

TRIBUNJAMBI.COM- Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon meminta maaf kepada KH. Maioen Zubair soal karya puisinya yang berjudul Doa Yang Ditukar.

Hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitternya @fadlizon, pada Minggu (17/2/19).

Dalam cuitan tersebut, Fadli Zon menyebut bahwa puisinya itu terus digoreng oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menyebar fitnah.

Baca Juga:

Akui Kuasai Ratusan Ribu Lahan, Prabowo: Daripada Jatuh ke Orang Asing Lebih Baik Saya yang Kelola

Saat Prabowo Kebingungan Jawab Pertanyaan Soal Unicorn dari Jokowi. Yang Online-online itu?

Prabowo Nampak Tenteng dan Bawa Buku Ini saat Debat Capres 2019 Putaran Kedua

Selama 15 Jam Banjir Rendam Tempat Resepsi Pernikahan

Keamanan Filipina Acak Adul, Kopassus Dikirim Kawal Corazon Aquino: Menyamar Sebagai Paspampres

Berikut cuitan Fadli Zon selengkapnya:

"Puisi sy, “Doa yang Ditukar”, hingga hari ini terus digoreng oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk menyebarkan fitnah dan memanipulasi informasi.

Sy difitnah sbg telah menyerang K.H. Maimoen Zubair melalui puisi tsb. Tuduhan tsb sangat tidak masuk akal, mengingat sy sangat menghormati K.H. Maimoen Zubair dan keluarganya.

Untuk menghindari agar fitnah tsb tak dianggap sbg kenyataan, saya merasa perlu untuk menyampaikan klarifikasi tertulis sbg berikut:

1) Sy sangat menghormati K.H. Maimoen Zubair, baik sbg ulama, maupun sbg pribadi yg santun dan ramah. Beberapa kali sy bertemu dengan beliau. Beberapa di antaranya kebetulan bahkan bertemu di tanah suci Mekah, di pesantren Syekh Ahmad bin Muhammad Alawy Al Maliki, di Rusaifah.

2) Di tengah pembelahan dikotomis akibat situasi perpolitikan di tanah air, sy sllu berpandangan agar penilaian kita thdp para ulama sebaiknya tdk dipengaruhi oleh penilaian atas preferensi politik mereka. Hormati para ulama sama sprti menghormati para guru atau orang tua kita.

3) Justru krn sy sgt menghormati K.H. Maimoen Zubair, sy tdk rela melihat beliau diperlakukan tdk pantas hanya demi memuluskan ambisi politik seseorang ataupun sejumlah orang. Inilah yg mendorong sy menulis puisi tsb. Sy tdk rela ada ulama kita dibegal n dipermalukan semacam itu.

4) Secara bahasa, puisi yg sy tulis tidaklah rumit. Bahasanya sengaja dibuat sederhana agar dipahami luas. Hanya ada tiga kata ganti dlm puisi tsb, yaitu “kau”, “kami” dan “-Mu”. Tak perlu punya keterampilan bahasa yg tinggi untuk mengetahui siapa “kau”, “kami” dan “-Mu” di situ.

5) Apalagi, dalam bait ketiga, sy memberikan atribut yang jelas mengenai siapa “kau” yang dimaksud oleh puisi tersebut.

6) Pemelintiran seolah kata ganti “kau” dalam puisi tersebut ditujukan kepada K.H. Maimoen Zubair jelas mengada-ada dan merupakan bentuk fitnah.

7) Tuduhan tsb bukan hanya telah membuat sy tidak nyaman, tapi juga mungkin telah membuat tidak nyaman keluarga K.H. Maimoen Zubair. Kami dipaksa seolah saling berhadapan, padahal di antara kami tidak ada masalah dan ganjalan apa-apa.

8) Keluarga K.H. Maimoen Zubair, melalui puteranya, K.H. Muhammad Najih Maimoen, telah memberikan penjelasan bahwa beliau menerima klarifikasi saya bahwa kata ganti “kau” memang tidak ditujukan kepada K.H. Maimoen Zubair

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved