Jenderal Satu Ini Paling Dibidik PKI, Dianggap Berbahaya: Punya Lobi Bagus dengan CIA
TRIBUNJAMBI.COM - Kisah ini sudah berlangsung lama. Paling tidak 53 tahun silam. Ini, bagian dari rentetan
TRIBUNJAMBI.COM - Kisah ini sudah berlangsung lama. Paling tidak 53 tahun silam. Ini, bagian dari rentetan peristiwa gerakan 30 September 1965.
Partai Komunis Indonesia (PKI) sebenarnya sudah merencanakan menculik delapan jenderal, bukan tujuh jenderal. Faktanya AH Nasution berhasil lolos dan kisahnya menjadi heroik.
Nasution selamat, namun putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean, menjadi korban penculikan PKI.
Dalam pertemuan terakhir operasi penculikan Dewan Jenderal di rumah Sjam Kamaruzzaman, di Salemba Tengah, pada Hari-H, 30 September 1965, ternyata ditaklimatkan nama delapan jenderal yang akan dijemput.
Mereka adalah Jenderal AH Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayjen Soewondo Parman, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono, Brigjen Donald Izacus Pandjaitan, Brigjen Soetojo Siswomihardjo, dan Brigjen Ahmad Soekendro.
Lantas Siapa Brigjen Ahmad Sukendro dan mengapa ia selamat dari penculikan? Achmad Sukendro dilahirkan di Banyumas tahun 1923.
Baca: Rahasia Soeharto Bisa Bertahan di Jajaran Jenderal, Meski Kerap Tak Sepemikiran dengan Soekarno
Baca: Berkat Tommy, Soeharto Lolos dari Tragedi Berdarah Gerakan 30 September yang Bunuh 8 Jenderal TNI
Seperti banyak anak muda seusianya, di zaman Jepang, ia memilih mendaftar menjadi anggota PETA.
Saat revolusi, Sukendro bergabung dengan Divisi Siliwangi. Nasution yang `menemukannya' segera tahu dia bukan perwira biasa.
Cara berpikir dan kemampuan analisa Sukendro di atas rata-rata perwira lainnya.
Karena itu saat Nasution menjadi KSAD, ia menarik Sukendro sebagai Asintel I KSAD. Nyatanya, Sukendro tak mengecewakan.
Pada 1957, saat perwira-perwira daerah resah dengan kebijakan Jakarta dan berniat menuntut opsi otonomi, Sukendro - tentunya atas perintah Nasution - menggelar operasi intelijen.
Orang-orangnya masuk ke daerah dan menginfiltrasi pola pikir para perwira di daerah.
Hasilnya, saat suasana memuncak, praktis hanya komandan di Sumatra (PRRI) dan Sulut (Permesta) yang menyatakan diri berpisah dari Indonesia.
Dekat CIA, Dicurigai Dalang G30SPKI
Lainnya, menarik dukungannya dan tetap dalam kibaran Merah Putih.