Pengalaman Afif 52 Hari, Membaur di Kapal Nippon Maru dengan Pemuda ASEAN dan Jepang
Dari tiap negara mengirimkan 30 delegasi, jadi total ada 330 peserta yang berlayar ke 5 negara dengan kapal Nippon Naru.
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Nurlailis
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - The Ship for South East Asian Youth Program ( SSEAYP) atau Program Kapal Pemuda Asia Tenggara-Jepang, merupakan program yang bertujuan untuk membangun persahabatan antar pemuda dari sepuluh negara ASEAN dan Jepang.
Pesertanya diharuskan berkontribusi dalam aktivitas sosial setelah kembali ke negara masing-masing.
Mohammad Afif merupakan perwakilan dari Jambi untuk kontingen Indonesia di program ini.
Dia mewakili Jambi, setelah mengikuti seleksi Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yang diadakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jambi dan Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) Jambi.
Dari tiap negara mengirimkan 30 delegasi, jadi total ada 330 peserta yang berlayar ke 5 negara dengan kapal Nippon Naru.
SSEAYP berlangsung selama 52 hari dari 3 Oktober-19 Desember. Kegiatan dibagi menjadi pra PDT, PDT, program, hingga kepulangan. Dengan mengunjungi Jepang sebagai negara pertama yang disinggahi, setelahnya adalah Brunei, Philipina, Thailan dan Vietnam.
Baca Juga:
Istri Sendiri Tak Tahu Suaminya Anggota Satuan Rahasia Kopassus, Membedah Isi Sat-81
Isi Skripsi Dian Sastro tentang Kecantikan Bikin Pusing, Lulus S-1 Filsafat UI Berkat Rocky Gerung
Dosen Pembimbing Skripsi Dian Sastro, Rocky Gerung Jomblo 56 Tahun, Ini Kultwit tentang Menikah?
Perubahan Perilaku Si Kopi Maut Bikin Heran, Kondisi Jessica Kumala Wongso di Dalam Sel Tahanan
Pada intinya selama program para peserta SSEAYP ini merasakan bagaimana menjadi penduduk lokal selama beberapa hari.
“Saat tinggal bersama penduduk lokal tentu ada pertukaran informasi terlebih mengenai budaya. Selama program juga partner diganti dari berbagai negara yang terlibat tadi.. Jadi selain sharing dengan penduduk lokal juga sharing dengan teman dari negara lain. Di sana kita sharing banyak hal seperti tradisi, cara makan, pakaian dan lainnya. Saya membawa batik Jambi, saya jelaskan batik itu apa, bedanya batik Jambi dengan batik dan jawa itu apa. Selain itu saya perkenalkan lacak juga,” tutur Afif kepada tribunjambi.com.
Selama program juga ada banyak kegiatan seperti sharing sessions. Setiap sebelas negara itu mempresentasikan kegiatan apa yang dilakukan dinegara masing-masing.

Di Indonesia salah satunya ia mengangkat tentang gerakan pesantren sehat (GPS) Jambi yaitu melakukan penyuluhan kesehatan.
Ia menjelaskan bahwa di Jambi ada banyak pesantren dan kehidupan masyarakatnya masih kental dengan budaya melayu yang agamis.

“Saya juga sharing tentang tutorial pembuatan lacak Jambi. Mengenai ikat kepala ini tidak hanya di Jambi. Seperti Riau, Palembang, Jawa, Sulawesi, Malaysia, Singapur, Brunei itu juga ada ikat kepala. Sehingga mereka menanyakan apa bedanya dengan milik mereka. Saya jelaskan lacak itu lebih friendly dalam artian semua orang bisa pakai bukan hanya pejabat tertentu dan even tertentu. Karena secara tampilan memang ikat kepala mereka lebih besar dan secara material terbuat dari songket. Pada saat tes budaya dan seni juga saya membawa kompangan. Jadi sempat dimainkan untuk mengiringi tari saman Aceh. Jadi kita dari Indonesia bagi-bagi porsi untuk tiap penampilan,” tuturnya.
Menurut alumni Fakultas Kedokteran Unja ini yang paling berkesan adalah saat berada di Jepang.
Seluruh peserta disebar ke berbagai wilayah dan Afif mendapat tempat di Prefektur Yamanashi yang lokasinya tidak jauh dari Gunung Fuji.
