Operasi Senyap, Perintah Rahasia Soekarno hingga Cikal Bakal Terbentuknya Paspampres

Saat itu, sekelompok pemuda yang selama ini secara sukarela mengawal dan melindungi Presiden Soekarno menjadi saksi sekaligus pelaku sebuah operasi

Editor: Suci Rahayu PK
(Dok. Kompas/Song)
Presiden Soekarno 

Operasi Senyap, Perintah Rahasia Soekarno hingga Cikal Bakal Terbentuknya Paspampres

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Pada tanggal 3 Januari 1946, sebuah peristiwa bersejarah tercipta.

Saat itu, sekelompok pemuda yang selama ini secara sukarela mengawal dan melindungi Presiden Soekarno menjadi saksi sekaligus pelaku sebuah operasi penyelamatan berlangsung.

Mantan pengawal Bung Karno, Mayjen TNI (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo dalam buku 70 Tahun Paspampres mengisahkan, pada akhir tahun 1945 kondisi di Jakarta kian tak kondusif.

Baca: Diasingkan di Ende Soekarno Ajak Anak-anak Sambut Kemerdekaan, Origami & Panggung Sandiwara Sarana

Baca: Duel Guru Beladiri Kopassus Tingkat Tinggi, Haji Umar Bikin Master dari Jepang Tersungkur

Baca: Cerita Paspampres Soeharto, Lampu Hijau yang Tidak Pernah Merah. Lalu Soeharto Mengendus Keanehan

Kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda saling serang.

Ketua Komisi Nasional Jakarta Mohammad Roem mendapat serangan fisik.

Perdana Menteri Sjahrir dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda.

"Karena itu, pada tanggal 1 Januari 1946, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara," ungkap Sukotjo.

Pada tanggal 3 Januari 1946, Bung Karno memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta.

Baca: Posisi Live Streaming Adegan P0rno Pakai Joy.Live, Pasangan Kekasih Digerebek Polisi di Kontrakan

Baca: Keluarga Korban Lion Air JT610 Patungan Sewa Penyelam Rp 132 Juta, 64 Korban Belum Ditemukan

Sejumlah pejabat negara mulai dari Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya harus segera bertolak ke Yogya.

Rombongan meninggalkan Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan kelompok yang bernegosiasi dengan Belanda di Jakarta.

Perpindahan dilakukan dengan menggunakan kereta api berjadwal khusus sehingga disebut dengan Kereta Luar Biasa (KLB).

Perjalanan KLB ini mengunakan lokomotif uap nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang disediakan Djawatan Keretea Api (DKA).

Mantan pengawal Bung Karno(Repro Buku 70 Tahun Paspampres)
Mantan pengawal Bung Karno(Repro Buku 70 Tahun Paspampres) ()

Rangkaian kereta api ini terdiri dari delapan kereta mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2, satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk Presiden, dan satu kereta inspeksi untuk Wakil Presiden.

Sukotjo mengisahkan, saat itu perjalanan dimulai pada sore hari dengan KLB berangkat dari Stasiun Manggarai menuju Halte Pegangsaan dan kereta api berhenti tepat di belakang rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved