Dua Perusahaan Perhutanan di Jambi Tutup karena Perambahan, APHI Paparkan Akar Masalahnya
Pernyataan pesimistis itu disampaikan Alizar menyusul banyaknya aktivitas perambahan hingga pendudukan basecamp ...
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Duanto AS
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedy Nurdin
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komisariat Jambi menilai sampai saat ini tak ada perlindungan hukum dan jaminan berinvestasi di sektor kehutanan di Jambi. Itu disampaikan Alizar, Komisariat APIH Jambi, pada Rabu (19/12/2018) siang.
Pernyataan pesimistis itu disampaikan Alizar menyusul banyaknya aktivitas perambahan hingga pendudukan basecamp kelompok yang diduga perambah yang masuk ke areal konsesi perusahaan.
Ia mencontohkan adanya pendudukan kelompok massa lebih dari 300 orang di di basecamp sebuah perusahaan di Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun.
"Bukan hanya menduduki basecamp, massa juga menghentikan paksa operasional tapi juga menggiring alat berat ke sebuah titik dalam jarak 15 Km," katanya.
Selain itu, kasus serupa juga dialami pemegang izin restorasi PT Reki yang mengalami penyerangan oleh kelompok massa. Itu buntut dari ditahannya seorang terduga perambah di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.
"Di sana, seorang staf disandera dan seratus lebih staff mengalami intimidasi," ujarnya.
Namun sampai saat ini, belum ada kebijakan tegas dari pemerintah, mulai dari keamanan dalam pengelolahan kawasan hutan hingga jaminan investasi.
Di Provinsi Jambi, kata dia, APHI membawahi 23 perusahaan kehutanan aktif yang terdiri dari 2 pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH), 19 pemegang izin hutan tanaman industri (HTI) dan 2 perusahaan pemegang izin restorasi ekosistem.
Baca Juga:
Benarkah Ada Sanksi Pencabutan Layanan Publik Bagi yang Tak Daftar BPJS per 1 Januari 2019?
Hari Ibu 22 Desember, Ini Hadiah yang Terbaik untuk Mama Berdasar Zodiak
Dua Jasad Anggota TNI Ditemukan Terbaring di Dalam Got, Ini 6 Faktanya
Apa yang Bikin Bule Cantik Ini Mau Menikah dengan Pria Asal Magelang? Alasannya Sederhana
Dari 23 perusahaan, semua mengalami hal serupa, baik intimidasi dari kelompok massa hingga perambahan dari kelompok-kelompok massa.
Ironisnya, kata Alizar, sampai saat ini belum ada kebijakan tegas dari pemerintah.
Bahkan yang terbaru, dua perusahaan pengelolaan hutan harus tutup karena pendudukan kelompok perambah.
Seperti PT Arangan Hutan Lestari, dengan luas kawasan 9.400 hektare di Tebo tutup karena 99 persen dikuasai kelompok perambah.
"Satu lagi PT Wahana Teladan, luas area 8.000 hektare di Kabupaten Tanjab Timur dan Muarojambi juga tutup karena kasus perambahan," ujarnya.
"Sudah sewaktunya menyuarakan persoalan di lapangan. Ini sudah berlarut tapi belum tampak kebijakan pemerintah maupun pihak keamanan. Sampai saat ini kami menampung aspirasi dari anggota untuk kami sampaikan kepada pihak berkompeten," katanya.
Ia menambahkan hampir semua perusahaan pengelola hutan mengalami konflik dengan kelompok massa. Dikhawatiran, pihak investor akan memilih "cabut" karena tidak ada jaminan keamanan.