Ketika AH Nasution Kepung Istana Dengan Tank & Meriam, Bung Karno dengan 'Cueknya' Menghadapi itu

Saat Indonesia mulai berdaulat pada 17 Agustus 1945, bukan sebuah proses mudah untuk membentuk militernya sendiri.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Intisari
Peristiwa 17 oktober 1952 

TRIBUNJAMBI.COM - Bagi sebuah negara, militer tentu mempunyai fungsi sebagai garda terdepan dalam perlingungan terhadap kedaulatan.

Ketika negara mendapat ancaman dari negara lain, militer bertanggung jawab terhadap kedaulatan.

Saat Indonesia mulai berdaulat pada 17 Agustus 1945, bukan sebuah proses mudah untuk membentuk militernya sendiri.

Prosesi pembentukan Tentara Nasional Indonesia begitu panjang, melalui penggabungan beberapa gerakan, laskar, dan organisasi militer, baik buatan Belanda ataupun Jepang.

Tentunya tiap unsur itu mempunyai latar belakang dan pandangan yang berbeda-beda.

Hari ini 66 tahun yang lalu, bertepatan pada 17 Oktober 1952 terdapat peristiwa di Indonesia yang terjadi akibat perbedaan pandangan di internal militer Indonesia.

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, campur tangan politik memang menjadikan persepsi militer terpecah menjadi dua.

Ada yang menginginkan rasionalisasi tentara sesuai fungsi. Di sisi lain, ada juga yang menginginkan tentara tetap memainkan fungsi ganda, dalam hal ini berpolitik, karena mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Hal ini juga berdampak dengan munculnya tuntutan untuk membubarkan DPRS.

Baca: Ini Kata Kepala BKPSDM Kerinci, Terkait Pelamar yang Tak Lulus Admistrasi

Baca: Sule Ketahuan Makan Bareng Pedangdut Cantik, Satu di Antara Kaki Cupita Naik

Baca: Ingin Capai Target 95 Persen Vaksin MR, Dinkes Berbagi Tugas dengan Petugas Puskesmas

AH Nasution
AH Nasution

Militer berpolitik

Kondisi politik Indonesia pasca-pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949 memang belum sepenuhnya stabil.
Kabinet yang dibentuk silih berganti karena munculnya berbagai konflik politik.

Kondisi ini diperparah adanya sejumlah pejabat yang melakukan korupsi dan tindakan yang merugikan negara.

Keadaan itu membuat rakyat merasa geram dan menginginkan percepatan pemilihan umum untuk mengganti anggota parlemen.

Ketika itu memang banyak dari anggota militer yang menjadi pimpinan politik. Selain dari ranah militer, mereka memainkan peran dalam perpolitikan daerah.

Baca: Inilah Salah Satu Daratan di Bumi Tidak Dihuni Ular, Kabar Bahagia untuk yang Takut Ular

Baca: Anak yang Disuntik Vaksin MR di Muarojambi Baru 72,45 Persen

Hal inilah yang membuat petinggi TNI saat itu, Abdul Haris Nasution untuk bisa merasionalisasi tentara dan mengurangi jumlahnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved