Tiga Tokoh Militer yang Pernah 'Mempermalukan' Soeharto, Satu di Antaranya Berakhir Menyedihkan
Bahkan, sampai urusan mobil Holden Priemer tua lungsuran dari Hankam yang dipakai sehari-hari, ikut ditarik dari kediamannya.
TRIBUNJAMBI.COM - Soeharto merupakan sosok yang ditakuti semasa pemerintahan Orde Baru. Namun, sebelumnya, dikabarkan ada sosok yang pernah menempelengnya.
Itu diceritakan dalam buku memoar mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di era 1960-an, Soebandrio, yang berjudul Kesaksianku Tentang G30S pada, 2000.
Dalam buku tersebut, Subandrio melancarkan serangan balik ke Soeharto.
Soebandro menuding Soeharto justru telah melakukan kudeta merangkak terhadap kekuasaan Soekarno.
Menurut Soebandrio, Soeharto punya rekam jejak yang buruk, jauh sebelum peristiwa G30S.
Pertama, semasa di Divisi Diponegoro, Soeharto menjalin relasi dengan pengusaha Tionghoa, Liem Sioe Liong dan Bob Hasan.
Baca: Potongan Kaki Anak Miliarder Rockfeller Bikin Geger, Misi Kopassus di Lembah X yang di Luar Logika
Baca: Seorang Prajurit Kopassus Luka Parah, 5 Hari Bertahan Hidup di Antara Jenazah Rekan-rekannya
Baca: Sintong Panjaitan Salah Mendarat, Anggota RPKAD Dikepung Suku Asing Lembah X
Soebandrio menyebut orang-orang ini menjalankan bisnis penyelundupan berbagai barang.
Kabar itu berhembus kemana-mana hingga ke telinga Jenderal Ahmad Yani.
Kabarnya, Ahmad Yani sangat marah. Sampai-sampai, dalam suatu kejadian, dia menempeleng Soeharto.
Soeharto dianggap mempermalukan korps Angkatan Darat (AD).
Bukan hanya itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal AH Nasution juga dikabarkan pernah memecat Soeharto sebagai Pangdam Diponegoro secara tidak hormat.
Soeharto dianggap telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah.
“Sebagai Penguasa Perang, saya merasa ada wewenang mengambil keputusan darurat untuk kepentingan rakyat, ialah dengan barter gula dengan beras. Saya tugasi Bob Hasan melaksanakan barter ke Singapura, dengan catatan beras harus datang lebih dahulu ke Semarang,” demikian pengakuan Soeharto dalam Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (1989).
Namun, saat itu Soeharto diselamatkan Mayjend Gatot Subroto.

Menurut Gatot, Soeharto masih bisa dibina.