Sungguh Mistiknya Alasan Soekarno di Balik Angka Keramat 17 yang Jadi Tanggal Kemerdekaan Indonesia

Tanggal 17 bulan Agustus bagi masyarakat Indonesia sudah sangat jelas diketahui sebagai hari kemerdekaan Indonesia.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Soekarno 

TRIBUNJAMBI.COM - Tanggal 17 bulan Agustus bagi masyarakat Indonesia sudah sangat jelas diketahui sebagai hari kemerdekaan Indonesia.

Namun tahukah kamu, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata menyimpan kisah mistik Soekarno yang menarik untuk ditelisik.

Dikutip dari buku 17-8-45, Fakta, Drama, Misteri yang ditulis oleh Hendri F. Isnaeni, Soekarno mengakui sudah merencanakan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Mengapa tanggal 17?

"Aku percaya pada mistik," ungkap Soekarno. Kisah ini berawal dari pertemuan antara Soekarno dengan dua tokoh pemuda saat itu yang ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan, yakni Wikana dan Darwis, pada 15 Agustus 1945.

Dalam pertemuan itu, keduanya menanyakan Soekarno sebagai pemimpin rakyat ketika Jepang sudah menyerah.

Namun, Soekarno belum memercayai penyerahan Jepang sebelum pihak resmi menyampaikan berita itu.
"Mengapa tidak rakyat kita sendiri yang menyatakan kemerdekaan kita? Mengapa bukan rakyat kita yang memproklamirkan kemerdekaan kita itu?" tanya mereka.

"Hal ini tak dapat saya putuskan, tetapi harus lebih dahulu saya rembukkan dengan teman-teman lainnya, dan saya harus pula lebih dahulu mendengarkan keterangan resmi tentang penyerahan Jepang itu dan bagaimana lain-lain kelanjutannya yang berhubungan dengan kemerdekaan kita," jawab Soekarno.

Soekarno
Soekarno

Dalam percakapan itu, Soekarno mengatakan dirinya sudah merencanakan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, sejak berada di Saigon.

Soekarno tidak dapat menerangkan secara masuk akal terkait pemilihan tanggal 17.

Ia hanya mengatakan angka 17 adalah angka suci dan keramat.

"Tetapi aku merasakan di dalam relung hatiku bahwa dua hari lagi adalah saat yang yang baik," ucap Soekarno.

Dalam penanggalan Jawa, 17 Agustus 1945 jatuh pada hari Jumat legi. Kata legi dalam bahasa Jawa artinya manis.

Kemudian Soekarno mengaitkan tanggal 17 dengan peristiwa diturunkannya Al Quran.

Baca: Tersangka Perdagangan Kulit Harimau, Penyidik Polda Jambi Tunggu Jawaban JPU

Baca: Maksimalkan Pengelolaan Alam, IAGI Tawarkan Kerjasama dengan Pemerintah Jambi

Baca: Kuat & Kerasnya Hidup Istri TNI, Ditinggal Suami Demi Misi Rahasia yang Entah Dimana Keberadaannya

Selain itu, Soekarno juga menghubungkan tanggal 17 dengan perintah Nabi Muhamamd SAW kepada umat Islam untuk bersembahyang 17 rakaat dalam sehari.
"Mengapa Nabi Muhammad memerintahkan 17 rakaat, bukan 10 atau 20? Karena kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia," tuturnya.

Menurut Soekarno, saat mendengar berita penyerahan Jepang, ia menyadari takdir Tuhan bahwa peristiwa Proklamasi akan jatuh pada hari keramat-Nya.

Rumah millik Djiauw Kee Siong di Kampung Bojong, Rengasdengklok-Jawa Barat, menjadi tempat bersejarah karena sempat menampung Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945, setelah kedua pimpinan negara itu diculik beberapa pemuda pejuang.
Rumah millik Djiauw Kee Siong di Kampung Bojong, Rengasdengklok-Jawa Barat, menjadi tempat bersejarah karena sempat menampung Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945, setelah kedua pimpinan negara itu diculik beberapa pemuda pejuang. (Kompas/IMAN NUR ROSYADI)
Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved