Kisah Bagaimana Hubungan Soekarno dan Soeharto yang Begitu Dekat, Hingga Bung Karno Wafat

Sejumlah kalangan masih bertanya-tanya tentang Surat Perintah Sebelas Maret atau Super Semar, terkait dengan keaslian dan kontroversinya.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Soekarno dan Soeharto. 

TRIBUNJAMBI.COM - Sejumlah kalangan masih bertanya-tanya tentang Surat Perintah Sebelas Maret atau Super Semar, terkait dengan keaslian dan kontroversinya.

Faktanya, Super Semar memang memicu kontroversi di tengah berbagai kisah yang kemudian menyertainya.

Banyak pihak yang mengaitkan peristiwa itu sebagai upaya untuk menjelaskan bagaimana antara Soeharto dan Soekarno terjadi pertentangan.

Namun, sebuah artikel di Soeharto.co menjelaskan bahwa keduanya sangat dekat dengan fakta-fakta yang disampaikan dalam tulisan berjudul Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto (Antara Tudingan dan Realitas).

Hubungan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto seringkali ditafsirkan berhadapan secara diametral tanpa menengok kesamaan visi kenusantaraan di antara keduanya.

Secara mikro, memang terjadi sejumlah perbedaan pandangan, namun tetap dibalut oleh kesamaan visi sebuah keinginan kuat untuk memandu bangsanya keluar dari jepitan dua kekuatan raksasa dunia kala itu, yaitu Blok Barat dan Blok Timur.

Mayjen Soeharto (pada masa transisi itu pangkatnya masih Mayjen) memahami cara pandang dan maksud-maksud Presiden Soekarno berkenaan dengan kemesraannya dengan Blok Timur untuk membebaskan Irian Barat, sehingga tidak melakukan perlawanan frontal terhadap kebijakan itu.

Presiden Soekarno juga memahami cara pandang dan tindakan Mayjen Soeharto terhadap bahaya karena menggandeng PKI.

Transisi kepemimpinan Indonesia dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto yang diwarnai munculnya Super Semar juga sering dipandang sebagai bentuk pembangkangan Mayjen Soeharto kepada Presiden Soekarno.

Namun, apabila dicermati secara mendalam, proses-proses itu sebenarnya atas dukungan penuh Presiden Soekarno dengan tetap mempertahankan sikap menduanya.

Kepada PKI, Secara eksternal ia (Presiden Soekarno) melakukan megaphone diplomacy dengan menampakkan pembelaan dan dukungannya mempertahankan status hukum PKI.

Ia juga tetap membuka saluran-saluran komunikasi dengan tokoh-tokoh PKI dan melindungi para pengurusnya.

Sedangkan secara internal, Presiden Soekarno memberi dukungan legal-formal atas langkah-langkah Mayjen Soeharto menertibkan keamanan dan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya.

Dukungan legal-formal itu dapat diketahui secara jelas dari peristiwa-peristiwa berikut:

Pada tanggal 2 Oktober 1965, Presiden tetap memberikan kepercayaan kepada Mayjen Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan keamanan paska kudeta, selain tetap mempertahankan Mayjen Pranoto Reksosamodro (calon usulan PKI) menjadi caretaker TNI AD.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved