Mungkin Karena Hal Inilah yang Bisa Membuat Soekarno Merasa Bersalah Seumur Hidup
Di era pendudukan Jepang yang berlangsung di Indonesia, untuk menghadapi serbuan pasukan Sekutu, Jepang membentuk pasukan lokal
TRIBUNJAMBI.COM - Di era pendudukan Jepang (1942-1945) yang berlangsung di Indonesia, untuk menghadapi serbuan pasukan Sekutu, Jepang membentuk pasukan lokal yang dinamai Pembela Tanah Air (PETA).
Sebagai pasukan yang direkrut dari para pemuda yang sudah lolos seleksi baik fisik maupun mental, para personel PETA kemudian dididik militer standar pasukan Jepang.
Para pemuda hasil didikan PETA yang di kemudian hari menjadi tokoh yang berperan dalam mengembangkan kekuatan militer Indonesia (TNI) antara lain Jenderal TNI Soeharto, Presiden kedua RI dan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Kemampuan yang diperoleh dari pendidikan militer ala PETA, saat itu secara tidak langsung memang berhasil membuat para pemuda Indonesia memiliki ketrampilan bertempur.
Baca: Mahar Total Rp 1 Miliar, Kakek 70 Tahun Pinang Gadis Berusia 30 Tahun, Ada Mobil dan Uang Tunai
Para anggota PETA bahkan memiliki rasa nasionalisme dan semangat untuk memerdekakan bangsanya sehingga sesungguhnya para anggota PETA merupakan pasukan yang secara diam-diam anti kepada Jepang.
Soekarno (Bung Karno) sendiri yang saat itu dipercaya Jepang sebagai pemimpin yang bisa mewakili orang-orang Indonesia merasa senang atas terbentuknya PETA.
Bung Karno bahkan memiliki rencana besar jika Indonesia sudah merdeka.
Pasalnya para anggota PETA yang sudah terlatih itu sangat diperlukan ketrampilannya untuk mengawal proses kemerdekaan yang butuh waktu panjang.
Baca: Mahar Total Rp 1 Miliar, Kakek 70 Tahun Pinang Gadis Berusia 30 Tahun, Ada Mobil dan Uang Tunai
Indonesia yang sudah merdeka juga memerlukan banyak orang yang bisa memimpin dan kader kepemimpinan itu bisa diadapatkan dari para anggota PETA.
Tapi meski sampai membentuk PETA yang setiap personel pasukannya makin memiliki rasa nasionalisme untuk merdeka, Jepang tetap memperlakukan rakyat Indonesia sebagai bangsa jajahan yang terus menerus diperas sumber daya alam dan tenaganya.
Salah satu yang membuat pasukan PETA harus bertindak untuk melawan Jepang adalah banyaknya orang-orang Indonesia yang 'hilang' karena direkrut sebagai tenaga kerja paksa romusha dan perampasan hasil bumi sehingga makin menimbulkan kesengsaraan rakyat.
Perlakuan pasukan Jepang terhadap rakyat Indonesia itu akhirnya memunculkan kemarahan pada pasukan PETA dan mereka pun merencanakan pemberontakkan.
Baca: Gagalkan 12 Kg Peredaran Narkoba Internasional, Kapolres Tanjabbar Dapat Penghargaan dari Dewan
Bung Karno sebenarnya mengetahui rencananya pemberontak para prajurit PETA karena sewaktu berkunjung ke Blitar, ia sempat ditemui para pemimpin PETA, salah satunya adalah Supriyadi.
Bung Karno berusaha keras mencegah aksi pemberontakkan itu karena waktunya dianggap belum tepat dan pemberontakkan pasti bisa ditumpas militer Jepang.
Pasalnya saat itu militer Jepang masih kuat dan jika sampai pemberontakkan gagal, para pemimpin PETA bisa dikenai sangsi hukum militer berupa hukuman mati.