Bongkar Penyebab Harga Telur 'Meroket', Menteri Perdagangan Bilang Ini yang Jadi Penyebab
"Persoalan telur ini sebenarnya bukan satu dua hari saja, melainkan sudah cukup lama. Cuma memang dalam minggu ini kenaikannya lebih agresif ..."
TRIBUNJAMBI.COM - Dalam sepekan terakhir, harga telur mengalami lonjakan lumayan tinggi di pasaran. Hal ini kemudian membuat pedagang, konsumen dan bahkan pemerintah meradang.
Ada apa sebenarnya?
Terhitung sejak Jumat pekan lalu, harga telur ayam di pasar sudah mengalami kenaikan.
Di Pasar Palmerah, misalnya, harga telur ayam tembus hingga Rp 29.000 per kilogram. Bahkan, ada yang menjual hingga harga Rp 32.000 per Kg di tingkat eceran.
Seorang pedagang di Pasar Palmerah, Eko Prasetyo, mengatakan kenaikan harga hingga Rp 29.000 tersebut terjadi sekitar 5 hari yang lalu.
"Pas puasa kemarin sekitar Rp 22.000 sampai Rp 24.000 (per kilogram), terus pas habis Lebaran baru mulai naik dari Rp 25.000 sampai sekarang Rp 29.000," ujar Eko kepada Kompas.com, sebagaimana dilansir tribunjambi.com.
Hal sama pun diamini Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri. Dia mengatakan melonjaknya harga telur di pasaran bukan terjadi dalam waktu dekat ini. Namun, dalam beberapa hari terakhir ini kenaikan harganya sangat tinggi.
Baca: Diketahui Soekarno Punya 9 Istri, Namun Kenapa Soeharto Hanya Punya Ibu Tien? Begini Penjelasannya
Baca: Gokil, DJ Dinar Candy Bikin Aksi Lagi, Kali Ini di Kamar Mandi, Terlihat Besar saat Disiram Air Loh
Baca: Tata Cara Salat Gerhana Bulan, Gerhana Bulan Total 28 Juli 2018
"Persoalan telur ini sebenarnya bukan satu dua hari saja, melainkan sudah cukup lama. Cuma memang dalam minggu ini kenaikannya lebih agresif dibandingkan sebelumnya yang kenaikannya bisa 300 sampai 500 perak," tutur Abdullah saat dihubungi, Senin (16/7/2018).
Abdullah mengakui kenaikan harga telur ayam tersebut tak hanya merisaukan konsumen, melainkan juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang. Pasalnya, selain semakin sulit menjualnya para pedagang juga mengalami kesulitan dalam memperoleh telur ayam tersebut.
Kesulitan itu semakin diperparah dengan tak mampunya para pedagang menambah modal jualannya.
"Semakin mahal harga semakin sedikit jumlah produksi yang kami dapat. Modal kami katakanlah sehari sejuta ya, ya sehari terus sejuta. Kami enggak bisa tambah modal lagi. Produksinya kan semakin berkurang," ujar Abdullah.
Lebih lanjut, dia mengatakan para pedagang membeli telur ayam dari produsen dengan harga mencapai Rp 26.000 per kilogram. Oleh sebab itu, mereka menjualnya kembali ke konsumen pada kisaran Rp 28.000 hingga Rp 29.000 per kilogram.
"Selepas Lebaran sampai sekarang ritmenya naik terus, enggak ada penurunan. Otomatis ya kami naikkan harga karena kami terima itu harganya sudah tinggi, enggak mungkin dong kami jual rugi," imbuh Abdullah.
Minimnya produksi ayam petelur Abdullah pun kemudian mengidentifikasi penyebab kenaikan harga telur ayam tersebut.
Menurut dia, minimnya produksi komoditas ayam petelur menjadi biang keladi mahalnya harga telur di pasaran.
Baca: Pendaftaran CPNS 2018, Begini Loh Mekanismenya, Simak Baik-baik Resmi dari BKN