Kisah Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang 'Gagal' Naik Haji, Tulisan Tahun 1989
Selama ini tak seorang pun di antara para sultan Yogyakarta sempat pergi naik haji, walaupun mereka menyandang gelar...
TRIBUNJAMBI.COM - Banyak niat yang ingin dilakukan Sri Sultan setelah kembali dari Amerika. Namun, Tuhan menghendaki lain.
Atmakusumah, penyunting buku Tahta Untuk Rakyat, yang diterbitkan bertepatan dengan hari ulang tahun Sultan ke-70, tahun 1982, menceritakan pengalamannya.
Ketika mendapat kesempatan ikut serta mewawancarai Sri Sultan tanggal 8 Oktober 1981, kesan bahwa ia tidak berhasrat melanjutkan kesultanannya mendorong saya bertanya kepadanya, "Apakah
Kesultanan Yogyakarta pada masa depan akan diteruskan?"
Jawabannya ternyata bertentangan dengan dugaan di masyarakat yang beredar waktu itu.
Dalam wawancara itu Sri Sultan mengisyaratkan keinginan agar ada kesinambungan bagi kesultanannya. Bahkan ia sudah menyiapkan calon penggantinya untuk menjadi Hamengku Buwono X.
Ia adalah Bendoro Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito, anak kelima tetapi anak laki-laki tertua dari ke-22 putra-putri Sri Sultan.
Dilahirkan 2 Mei 1946 di Yogyakarta, ia adalah anak kedua dari istri kedua Sri Sultan, almarhumah KRAy Windyaningrum. Sejak masa remaja, katanya, ketika menggambarkan kepribadian BRM Herjuno Darpito, "Pikirannya sudah ketua-tuaan (bersikap dewasa atau seperti orang tua)."
Sri Sultan kemudian memberinya gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi pada tahun 1974.
Baca: Usai Aksi di Kantor Gubernur Jambi, Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan Siap Setop Truk Batubara
Baca: Jatuh ke Sumur, Daniel Penderita Tuna Rungu dan Tuna Wicara Warga Koto Petai Ditemukan Tewas
"Putra makota belum ada. Tetapi dengan pengangkatannya sebagai Pangeran Mangkubumi, tanda tanda ke arah sana (penobatan putra makota) sudah ada," katanya dalam wawancara itu.
Dijelaskannya bahwa masalah pewaris tahta merupakan "kebijaksanaan saya". Walaupun demikian, ia juga mengatakan bahwa "Selama dia menjadi Mangkubumi saya akan melihat apakah dia bisa diterima atau tidak oleh keluarga. Jadi, ini merupakan penjajakan."
Ketika ditanya berapa lama 'masa pengujian' itu berlangsung, Sri Sultan hanya memberikan jawaban dengan satu perkataan: "Tergantung." Ini berarti, tidak ada penetapan jangka waktu bagi persiapan pengangkatannya sebagai putra makota.
Sikapnya yang realistis tercermin pada pendiriannya yang menganggap penting untuk mempertimbangkan pandangan para kerabat keraton sebelum ia mengangkat putra makota.
Sebab, bagaimanapun, ia adalah calon 'kepala keluarga’ mereka untuk masa depan.
Meniru contoh 49 tahun yang lalu