Admin Muslim Cyber Army (MCA) Mengaku Menyesal Sebar Konten Provokatif Usai Diciduk Polisi
Kemudian, kata Luth, ada anggota kepolisian yang memberikan pengertian kepada pelaku bahwa konten yang disebarkan MCA tidak benar.
TRIBUNJAMBI.COM - Salah satu anggota kelompok inti Muslim Cyber Army, Muhammad Luth, mengakui bahwa menyebarkan isu-isu provokatif sebagaimana dilakukan kelompoknya selama ini merupakan kesalahan.
Baca: Akun ini Jadi Buronan Warganet Karena Unggah Gambar Menyiksa Kucing di Facebook
Baca: Dua Dermaga yang Ditabrak Tongkang Batu Bara Bakal Diperbaiki: Owner Keluar Duit
Admin grup WhatsApp "The Family MCA" itu juga menyesali perbuatannya.
"Saya mengakui telah menyesal. Dan tadi juga sepakat teman-teman di atas mengakui juga kepada saya, menyesal mereka semua," ujar Luth di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Luth mengatakan, para anggota MCA yang ditangkap juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Menurut Luth, ia tak menyadari bahwa konten yang selama ini disebarkan MCA masuk kategori hoaks.
Baca: Disetop Polisi, Wanita dengan Celana Pendek ini Malah Tunjukkan Kartu ATM Bukannya SIM!
Baca: Semua Lelaki Takut Melihat Perut dari Wanita ini, Bentuknya Itu Lho!
"Karena beda mungkin pandangan sebagai jurnalis, kami dibilang hoaks atau bohong, karena kami tersangka," kata Luth.
Kemudian, kata Luth, ada anggota kepolisian yang memberikan pengertian kepada pelaku bahwa konten yang disebarkan MCA tidak benar.
Baca: Ini Titik Alat Peraga Kampanye dari KPU, Perhatikan Aturan Ini dengan Cermat Supaya Tak Kisruh
Baca: SMP di Kota Jambi Terancam Tidak Bisa UNBK: Pengadaan 1.200 Komputer Belum Jelas
"Merekalah yang menyadarkan kami semua di sini," ujar dia.
Sebelumnya, polisi menangkap anggota MCA di beberapa tempat terpisah, yakni Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizki Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang, Roni Sutrisno di Palu, dan Tara Arsih di Yogyakarta.
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan pencemaran nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.