Nadia Murad Perempuan Yazidi Tuturkan Kisah Lari dari Budak Nafsu ISIS
Komandan itu lalu meludahi wajah Murad, mengeluarkan sebatang rokok, dan memadamkannya tepatdi bahu Murad.
TRIBUNJAMBI.COM - Nadia Murad kecil tumbuh dengan mimpi punya salon kecantikan kelak di kemudian hari.
Sebagai bungsu dari 11 bersaudara di sebuah keluarga Yazidi di barat laut Irak, ia memotret semua pengantin di desa mungilnya, mempelajari riasan dan gaya rambut mereka.
Favoritnya adalah perempuan berambut cokelat dengan ikal-ikal yang menumpuk ke atas.
Tapi setelah ISIS menyerbu desanya pada Agustus 2014 lalu, mimpi itu sirna belaka.
Murad ditangkap, diperbudak, dijual, diperkosa, dan disiksa di hadapan ribuan pasang mata orang-orang sebangsanya. Ia juga dipaksa untuk meninggalkan agamanya.
Tapi upaya ISIS nyatanya sama sekali tidak berhasil.
Murad, yang kini 24 tahun, berhasil melarikan diri secara ajaib dan sekarang menjadi calon pemenang Hadiah Nobel Perdamaian. Ia dianggap memperjuangkan kebebasan dan keadilan bagi rakyatnya.
Baku barunya, The Last Girl: My Story of Captivity and My Fight Against the Islamic State (Tim Duggan Books), menceritakan bagaimana ia dan keluarganya tinggal dengan damai di komunitas petani Kocho, dekat perbatasan Suriah, ketika ISIS pertama kali berkuasa.
Klannya berasal dari barisan penggembala dan petani gandum, yang tinggal di rumah-rumah berderet rapih yang terbuat dari bata lumpur.
Di musim panas, keluarganya, termasuk ibu Murad, delapan saudara laki-laki, dan dua saudara perempuannya, akan berbaring di atas kasur di atap rumah, berbisik satu sama lain, sampai mereka tertidur di bawah bulan.
Tapi semua berubah tiga tahun yang lalu, persisnya 14 Agustus 2014.
BACA Dibagikan Ribuan Pengguna Facebook, Berita Tiga Siswi MAN Sebukar Hilang Misterius
Setelah melakukan pengepungan selama dua minggu, ISIS memerintahkan seluruh penduduk Kocho pergi ke halaman sekolah. Di sana, militan ISIS bertanya kepada orang-orang Yazidi itu, apakah mereka mau masuk Islam atau tidak.
Yazidisme merupakan salah satu agama tertua di Mesopotamia, yang berusia sekitar 6.000 tahun. Agama ini punya unsur-unsur yang sama dengan agama-agama Timur Tengah lainnya, termasuk Islam, Zoroaster, dan Yahudi.
Para pengikutnya tidak percaya pada neraka atau setan. Mereka berdoa kepada malaikat yang jatuh, yang mereka sebut dengan “Tawusi Melek”, yang turun ke bumi dan menantang Tuhan, hanya untuk dimaafkan dan kembali ke surga.