Dinilai Sering Buat Gaduh, Fahri Hamzah Sebut KPK Sebuah Kekonyolan!

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, permintaan Presiden Joko Widodo supaya lembaga dan pemerintahan tidak gaduh,

Editor: rida
KOMPAS.com/Nabilla Tashandra
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/1/2017). 

TRIBUNJAMBI.COM- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, permintaan Presiden Joko Widodo supaya lembaga dan pemerintahan tidak gaduh, sebaiknya ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebab, berdasarkan pemantauannya, lembaga anti-rasuah tersebut selalu membuat gaduh.

‎"‎Pak Presiden bilangnya ke mana-ke mana, jangan ribut, jangan ribut. Coba bikin statistik, yang bikin ribut di Indonesia cuma satu, cuma KPK. Yang lain kan enggak bikin ribut. Diem aja. Ini semua kan karena KPK," kata Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Fahri mengatakan, KPK sekarang bekerja seperti bukan sebagai lembaga penegak hukum, melainkan sebagai kantor pemberitaan korupsi. Banyak pernyataan KPK yang tidak sesuai dengan kenyataan.

"Misalnya dia bilang Rp 2,3 triliun dipakai bancakan di DPR, mana? Tidak ada," ucapnya.

‎Selain itu, menurut Fahri, pernyataan KPK yang tidak sesuai dengan kenyataan yakni mengenai adanya anggota DPR yang mengembalikan uang terkait KTP elektronik.

Baca: Alami Defitsit, BPJS Kesehatan Pastikan Tidak Ada Pengurangan Manfaat

Baca: Dikeroyok Pemuda Beratribut Perguruan Silat, Mujino Tewas Tertikam

Padahal, uang tersebut tidak terkait KTP elektronik.

Belum lagi ada orang yang setelah tujuh tahun mengembalikan uang kepada KPK, tetapi orang tersebut tidak ditahan.

‎"Siapa orang itu? Kenapa orang itu enggak jadi tersangka? Dia sudah nikmatin uang paling tidak bunganya selama tujuh tahun. Kenapa dia enggak jadi tersangka? Kenapa yang belum jelas terima uang, dikoyak-koyak setiap hari?" tuturnya.

Oleh karena itu, Fahri menilai sebaiknya lembaga KPK dibubarkan.

Penanganan korupsi sebaiknya dikembalikan ke kepolisian dan kejaksaan.

‎"KPK ini sebenarnya kekonyolan yang sudah kadung kita benarkan. Ini yang membuat nalar publik rusak," cetusnya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved