Berita Nasional

Jokowi Diminta Bertanggung Jawab Usai Menkeu Purbaya Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Pakai APBN

Ferdinand Hutahaean meminta Jokowi bertanggung jawab penuh atas proyek kereta cepat yang ia sebut sebagai malapetaka baru bagi investasi negara.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kompas.com/Ist/Kolase Tribun Jambi
Jokowi, Kereta Cepat dan Menkeu Purbaya 

Ia lantas secara lantang menyebut Jokowi sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas potensi kerugian negara dan menurunnya kepercayaan global terhadap investasi di Indonesia jika proyek kereta cepat gagal bayar.

Baca juga: Keberadaan Loyalis Jokowi Silfester Matutina Masih Misteri, Kejagung Akui Sudah Cari Tapi Belum DPO

Baca juga: Siswa SMP di Grobogan Tewas Usai Dibully Teman Sekelas, Sempat Diadu dengan Siswa Lain

Tuntutan politikus PDIP ini bahkan menyasar ranah hukum. Ferdinand Hutahaean secara eksplisit menyatakan dukungannya kepada aparat penegak hukum.

"Saya mendukung Kejaksaan Agung dan KPK untuk segera membawa Jokowi ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan yang membuat negara pontang panting dalam politik dan ekonomi," tegas Ferdinand.

Menurutnya, krisis kepercayaan global akibat kegagalan proyek investasi besar bukanlah persoalan mudah dan harus ada pertanggungjawaban serius. "Siapa yang bertanggung jawab? Jokowi," tutupnya.

Purbaya Tolak Bayar Utang kereta cepat Pakai APBN

Menteri Keuangan Purbaya menolak pembayaran utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Hal ini merespons opsi yang disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria terkait pembayaran utang PT kereta cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya deviden sendiri," ujar Purbaya dikutip dari Tribunnews.com Jumat (10/10/2025).

Terlebih menurut Purbaya, Danantara dalam satu tahun mengantongi sebesar Rp 80 triliun dari deviden. Sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devivdennyya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment," tegas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang kereta cepat ini bentuknya business to business. Artinya tidak ada utang pemerintah.

"Tidak ada utang pemerintah, karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, dimana konsorsium Indonesianya dimiliki oleh PT KAI," tegas Suminto.

Sebagai informasi, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Baca juga: 9 Remaja yang Terlibat Tawuran Pakai Egrek di Jalan Baru Jambi Dikembalikan ke Orang Tua

Untuk menutup pembengkakan biaya tersebut, proyek ini memperoleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) senilai 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp 6,98 triliun.

PT kereta cepat Indonesia China (KCIC), pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China Beijing Yawan HSR Co. Ltd yang memegang 40 persen saham.

Komposisi pemegang saham PSBI saat ini adalah:

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved