Kunci dan Jawaban

Kunci Jawaban IPA Kelas 10 Halaman 71: Biosolar B30

Berikut pembahasan kunci jawaban IPA Kelas 10 Kurikulum Merdeka halaman 71.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Pixabay/asianone.com
KUNCI JAWABAN.Berikut pembahasan kunci jawaban IPA Kelas 10 Kurikulum Merdeka halaman 71. 

Proses pembuatan Biosolar B30 adalah gabungan antara teknologi kimia dan rekayasa industri. Secara sederhana, B30 merupakan bahan bakar yang terdiri dari 70 persen solar (berbasis minyak bumi) dan 30 % biodiesel. Komponen biodiesel inilah yang membuatnya unik dan menjadi kunci statusnya sebagai energi terbarukan.

Prosesnya dimulai dari bahan baku utama di Indonesia, yaitu minyak kelapa sawit mentah (CPO).  CPO ini kemudian diolah melalui reaksi kimia yang disebut transesterifikasi. Dalam proses ini, minyak sawit (yang secara kimia adalah trigliserida) direaksikan dengan alkohol, biasanya metanol. Reaksi ini dibantu oleh sebuah katalis (zat pemercepat reaksi) untuk memecah molekul minyak sawit.

Hasil dari reaksi ini ada dua:

Metil Ester Asam Lemak (FAME): Inilah produk utama yang kita kenal sebagai biodiesel.

Gliserol: Produk sampingan yang bernilai ekonomi tinggi dan dapat digunakan dalam industri kosmetik, makanan, dan farmasi.

Setelah FAME atau biodiesel ini dimurnikan untuk memenuhi standar kualitas, ia siap dicampurkan dengan solar konvensional di fasilitas penampungan bahan bakar. Proses pencampuran atau blending dilakukan secara presisi untuk memastikan komposisinya tepat 30 % biodiesel dan 70 % solar, sebelum akhirnya didistribusikan ke SPBU di seluruh Indonesia.

b) Bagaimana Perbandingannya dengan Sumber Energi Non-Bio?
Perbandingan antara Biosolar B30 dengan solar murni (sumber energi non-bio atau fosil) menunjukkan keunggulan dan beberapa tantangan.

Dari segi sumber, B30 jelas lebih unggul karena 30 % komponennya berasal dari kelapa sawit yang merupakan sumber daya terbarukan. Tanaman ini dapat ditanam kembali, berbeda dengan solar murni yang berasal dari minyak bumi, sumber daya fosil yang terbatas dan akan habis.

Terkait dampak lingkungan, B30 menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah. Karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan saat pembakaran B30 adalah bagian dari siklus karbon hayati artinya, CO2 tersebut sebelumnya telah diserap oleh tanaman kelapa sawit dari atmosfer.

 Ini berbeda dengan solar murni yang melepaskan karbon yang telah terperangkap jutaan tahun di bawah tanah. Selain itu, B30 memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah, sehingga mengurangi risiko hujan asam dan polusi udara.

Secara teknis untuk mesin, B30 memiliki angka setana (cetane number) yang lebih tinggi dibandingkan solar biasa. Angka setana yang lebih tinggi berarti bahan bakar lebih mudah terbakar, sehingga proses pembakaran di dalam mesin menjadi lebih efisien dan sempurna. B30 juga memiliki sifat pelumasan (lubricity) yang lebih baik, yang secara teoretis dapat membantu merawat komponen mesin dan mengurangi keausan.

Namun, B30 juga memiliki tantangan. Sifatnya yang biodegradable membuatnya lebih rentan menyerap air dan teroksidasi jika disimpan terlalu lama. Hal ini berpotensi menyebabkan penyumbatan pada filter bahan bakar. Oleh karena itu, manajemen penyimpanan dan perawatan kendaraan menjadi lebih penting.

c) Apakah Biosolar B30 Mendukung Prinsip Kimia Hijau?
Ya, secara fundamental, program Biosolar B30 sangat mendukung prinsip-prinsip kimia hijau. Kimia hijau adalah filosofi desain produk dan proses kimia yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan penggunaan dan pembuatan zat berbahaya.

Berikut adalah beberapa prinsip kimia hijau yang dipenuhi oleh B30:

Penggunaan Bahan Baku Terbarukan (Prinsip #7): Ini adalah pilar utama dari B30. Dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit, kita beralih dari ketergantungan pada bahan baku fosil yang tidak terbarukan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved