Perdagangan Manusia di Jambi
Sosok Dinda dan TW Bibi yang Jual Keponakan Perempuan di Jambi, Bawa ke Mendalo
Dengan suara bergetar karena menahan amarah, sang ibu, TW (35), menceritakan kondisi anak perempuannya yang menjadi korban perdagangan manusia
Penulis: tribunjambi | Editor: asto s
Ringkasan Berita:
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Kini, badan M (17) kerap gemetaran. Dia sering meremas tangan, serta memukul-mukul kepalanya sendiri.
Dengan suara bergetar karena menahan amarah, sang ibu, TW (35), menceritakan kondisi anak perempuannya yang menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking) oleh tantenya sendiri, WD.
"Biasanya, (M) kalau dikasih tahu langsung dengarin. Ini sekarang suka meremas tangan, mukul kepala, tangan gemetar. Maaf, saya sedang drop (sakit)," ujar TW dengan nada seakan ingin meledakkan amarah, Rabu (19/11/2025)
Peristiwa kelam itu terjadi pada awal Desember 2024 lalu.
M dijual oleh WD, tantenya yang juga adik kandung ibunya.
TW, sang ibu, baru mengetahui peristiwa yang dialami M beberapa waktu lalu, karena mencurigai kondisi putrinya yang mengalami perubahan emosional.
M trauma berat dan kerap menyakiti diri sendiri.
Akhirnya, pada 8 Oktober 2025, TW melapor ke Kepolisian Daerah Jambi.
Dia melaporkan adik kandungnya inisial WD dan temannya, ke Polda Jambi karena menjual M kepada laki-laki hidup belang.
Jebakan Tante WD
Bermula ketika TW harus mendampingi suaminya yang pindah tugas ke luar kota.
Karena situasi tersebut, dia menitipkan putrinya, M, untuk diasuh WD, adik kandung TW sekaligus tante dari M.
Tapi ternyata, kepercayaan itu justru dimanfaatkan WD untuk mengeksploitasi M.
Pada awal Desember 2024, sekitar pukul 19.00 WIB, drama perdagangan ini dimulai.
WD bersama rekannya, Dinda, menjemput M menggunakan taksi online.
TW membujuk M dengan alasan mengajak nongkrong di sebuah kafe.
M yang tidak menaruh curiga pun ikut.
Setelah di dalam taksi online, bukannya menuju kafe, kendaraan justru melaju ke sebuah perumahan di lokasi yang sepi dan dikelilingi pepohonan, di daerah Mendalo, Kabupaten Muaro Jambi.
M dibawa ke sebuah rumah.
Sesampainya di sana, M dibawa masuk, dipertemukan dengan seorang laki-laki asing.
WD dan Dinda berbicara sebentar dengan laki-laki itu di luar rumah. Diduga mereka melakukan transaksi.
Baca juga: Pilu Gadis Dibunuh Pakai Bantal, Pelaku Akhirnya Akui Perbuatannya
"Di rumah itu, anak saya nunggu di dalam rumah. Mereka ngobrol di luar. Kemudian dia dipaksa," ujarnya.
TW bilang, WD memang sudah terlilit pinjaman online (pinjol). "Mereka itu terlilit pinjol, kalap. Anak saya juga diperas," kata dia.
Setelah pembicaraan selesai, WD meminta M masuk ke rumah, sementara dia dan rekannya, Dinda, menunggu di luar.
M dipaksa masuk ke kamar. Dia dipaksa laki-laki itu untuk berhubungan.
M berusaha melawan dan memberontak.
Namun, laki-laki itu mengancam dengan kalimat, "Aku sudah bayar ke tante kamu".
Kemudian, laki-laki itu mengikat tangan M.
Ancaman Pascakejadian
Sekitar pukul 22.00 WIB, M keluar dari rumah tersebut dan dibawa pulang oleh para pelaku, WD dan Dinda.
Sepanjang perjalanan pulang, M menangis histeris.
Merespons tangisan M, dua perempuan keji itu justru memberikan ancaman.
M diancam akan dibunuh dan dibuang ke hutan, jika berani buka mulut mengenai kejadian malam itu.
Kekerasan Lanjutan
Penderitaan M tidak hanya di situ. Selama tinggal bersama tantenya, dia juga mengalami kekerasan fisik dan psikis lain.
Kepala M pernah dibenturkan ke dinding hingga memar.
Uang kiriman dari ibunya kerap dicuri oleh tante TW.
Saat ini, kasus tersebut telah dilaporkan ke Polda Jambi.
"Kami berharap keadilan," ujar TW
Sudah Sebulan Penyelidikan Polda Jambi
Kasus dugaan perdagangan orang itu tengah diproses Polda Jambi.
Kaur Penmas Bidhumas Polda Jambi Ipda Maulana mengatakan bahwa kasus tersebut saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
"Masih tahap penyelidikan, pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya Rabu (19/11).
Laporan diterima Polda Jambi pada 8 Oktober 2025. Selama lebih satu bulan, polisi menyelidiki dugaan penjualan anak di bawah umur ini.
Keluarga Pemulihan, Hukum Pelaku Seumur Hidup
Psikolog klinis dewasa yang juga Dosen Prodi Psikologi Universitas Jambi, Hanna Widya Gultom, menuturkan berdasarkan riset, kasus seperti ini sering dilakukan orang terdekat.
Remaja ini mengalami kondisi betrayal trauma, sebab pelaku yang menjualnya adalah pengasuh yang tinggal dengan korban, tantenya.
Trauma memberikan dampak yang lebih berat, ketimbang pelakunya orang lain.
Rasa percaya terhadap adik ibu kandungnya (pelaku) bisa runtuh, sebab korban bingung siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak bisa dipercaya.
Hal itu karena korban dalam usia pembentukan identitas.
Dampaknya, akan membuat gejala trauma atau PTSD. Sebab difase itu merupakan masa mengenal relasi intim.
Dampak lainnya, korban akan merasa putus asa dan merasa tidak berharga.
Korban dalam kondisi baru mengenal dunia bekerja, masa peralihan. Karena kejadian itu, korban merasa dunia ini tidak aman.
Tidak mengejutkan, jika korban baru bercerita lima bulan setelah kejadian dengan ibu korban.
Hal yang tidak mengejutkan, sebab tercatat di literatur psikologi, korban melapornya sering terlambat.
Korban sering bungkam, sebab ada stigma "korban yang salah dan korban yang punya aib." Apalagi pelakunya keluarga terdekatnya.
Penanganan Tepat
Korban depresi dan kondisi putus asa. Harus menstabilkan emosi dan merasa aman, agar mau bercerita lebih dalam tentang hal yang dialaminya.
Korban harus diberi ruang untuk bercerita. Sebab, pelakunya keluarga terdekatnya.
Baca juga: Isu Kenzie Ditemukan Bersama SAD Merangin Dibantah Polisi dan Temenggung
Tentu korban merasa tak aman. Keluarga yang harusnya menjadi tempat yang aman baginya, malah sebaliknya.
Korban memiliki potensi melukai dirinya sendiri.
Sebab itu, harus screening skrining risiko. Bisa terapi secara emosi pasca kejadian yang dialaminya.
Hal yang penting ialah pendampingan keluarga, peran ibu sangat penting.
Perubahan perilaku korban pasca kejadian tersebut merupakan respon trauma korban.
Perubahan perilaku itu respons trauma korban.
Harapannya keluarga berempati terhadap korban, bukan menyalahkan dan menyudutkannya, harus profesional,” terangnya.
Hukuman Seumur Hidup hingga Kebiri
Undang-undang di Indonesia sudah mengatur hukuman untuk pelaku kekerasan seksual dan perdagangan manusia.
Kalau pelaku punya hubungan kuasa, seperti adik kandung ibu korban, hukumannya jauh lebih berat,” ujarnya.
Terkait hukuman pelaku, menurutnya sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis korban.
Bagi korban, hukuman pada pelaku penting bagi korban, sebab jika pelaku dihukum ringan atau tidak dihukum, korban merasa bukan pelaku yang salah, melainkan dirinya,” katanya.
Terkait hukuman pelaku perdagangan manusia, menurut Hanna pelaku bisa dipenjara seumur hidup.
Hukumannya mungkin penjara dan denda seberat-beratnya, mungkin bisa penjara seumur hidup.
Sementara itu, untuk pelaku pelecehan seksual, menurutnya pelaku bisa dihukum kebiri.
Mungkin pelaku pelecehan seksual dihukum kebiri kimia, untuk menghilangkan hasrat seksualnya.
Sebab pelaku bertransaksi dengan penjual tujuannya untuk memuaskan nafsunya.
Perlu diingat, kekerasan seksual bukan aib korban, melainkan aib pelaku.
Korban takut untuk cerita karena takut tidak dipercaya dan ikut disalahkan.
Pesan saya untuk masyarakat, pandanglah perdagangan manusia dan kekerasan seksual sebagai tindakan kriminal, bukan aib korban. (Tribun Jambi/Srituti Apriliani Putri/Syrillus Krisdianto)
Baca juga: Karya Jurnalis Tribun Jambi Rifani Halim Masuk Nominasi 10 Besar Anugerah Jurnalistik Komdigi 2025
Baca juga: Terkuak Rekam Medis Dosen Untag yang Tewas di Hotel, Keluarga Kaget Bisa Satu KK dengan AKBP B
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/Ilustrasi-pelecehan-di-Jambi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.