Berita Bungo

Ketika Bripka Arjunif Sulap Lahan Tidur Jadi Embung, Larang PETI dan Pemerhati Sosial Bagi Warga

Penulis: Rifani Halim
Editor: Nurlailis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Di balik seragamnya sebagai Bhabinkamtibmas Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Jambi, Bripka Arjunif lebih dari sekadar penegak hukum.

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Di balik seragamnya sebagai Bhabinkamtibmas Desa Sepunggur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Jambi, Bripka Arjunif lebih dari sekadar penegak hukum. 

Arjunif penggerak perubahan. Dalam keterbatasan anggaran dan medan yang sulit, ia memelopori transformasi lahan bekas tambang menjadi embung penampungan air yang kini menjadi sumber harapan bagi masyarakat.

Lahan itu dulunya mati. Bekas galian tambang yang ditinggal begitu saja, penuh semak, sarang ular, dan nyaris tak bermanfaat. Tapi Arjunif melihat potensi di baliknya. 

Baca juga: Demo PMII Merangin Jambi, Soroti Masuknya Alat Berat Diduga untuk PETI di Jangkat

Sejak awal pandemi Covid-19 sekitar tahun 2020, ia mulai menggagas pembuatan embung untuk cadangan air, apalagi kawasan tersebut rawan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Dulu kalau ada kebakaran kebun, kami susah cari air. Harus ke Sungai Alai yang jauh. Makanya kami sepakat buat embung ini,” kenang Arjunif saat diwawancarai Tribun Jambi, Sabtu (21/6/2025).

Bersama warga, mereka bahu-membahu membuka akses jalan agar alat berat bisa masuk. Pengerasan dilakukan. Perlahan, embung seluas hampir dua hektare itu terbentuk.

Namun, jalan tidak selalu mulus. Tahun 2023, embung yang baru berkembang itu diterjang banjir bandang. Kerusakan parah membuatnya tak lagi bisa digunakan maksimal.

“Hati ini sedih sekali waktu itu,” ujarnya.

Baca juga: Respons Tuntutan HMI, Pemkab Merangin Siapkan Penertiban Tempat Hiburan Malam dan PETI

Meski begitu, semangatnya tak padam. Arjunif mengusahakan perbaikan lewat dana desa dan program lain, meski anggaran dari kantong pribadi juga banyak terserap.

Langkah Arjunif tak terhenti di pembangunan embung. Melihat potensi pertanian dan perikanan yang bisa dikembangkan, ia mulai memfasilitasi warga untuk beternak ikan dan menanam jagung di sekitar embung. 

Ia menggandeng Dinas Perikanan dan Pertanian Kabupaten Bungo, mendorong semangat warga agar tidak bergantung pada tambang ilegal.

Namun tantangan terus datang. Masih ada warga yang mencoba kembali menambang secara ilegal (PETI). 

“Saya larang keras. Selama saya dinas di situ, saya pastikan tidak ada dompeng masuk,” tegasnya. 

Ia bahkan pernah mengusir para penambang liar seorang diri. Sadar bahwa sekadar melarang tidak cukup, Arjunif memberi solusi. Ia memberikan bibit sawit unggul kepada warga, serta pengetahuan untuk mendorong warga beralih ke aktivitas yang tidak merusak lingkungan.

Baca juga: Bupati Bungo Jambi Tegaskan Larangan PETI, Camat dan Kepala Kampung Diminta Bertindak

“Kalau hanya melarang tapi tidak memberi alternatif, mereka pasti kembali ke tambang,” ucapnya.

Ia menyalurkan sekitar 30.000 bibit sawit ke warga. Kini, sudah lebih dari 100 hektare lahan berubah menjadi kebun sawit produktif. 

Bagi Arjunif, tugas polisi tidak berhenti di patroli atau penangkapan.

“Kalau warga sudah sejahtera, mereka tidak akan melakukan kejahatan,” kata Arjunif.

Kisah Arjunif semakin luar biasa karena semua inisiatifnya murni dari pribadi.

Warga bahkan membangun rumah dinas sendiri dari dana warga dan dirinya, lengkap dengan fasilitas untuk pelayanan masyarakat.

“Kadang kotak suara pemilu pun disimpan di rumah saya, karena dianggap paling aman,” kata ayah tiga anak ini.

Tak heran, hubungan Arjunif dengan warga begitu dekat. Ia dianggap bukan hanya petugas, tapi keluarga. Dalam satu kisah, ia membantu seorang warga yang rumah tangganya berantakan, lalu diberi modal usaha hingga kini punya rumah dan mobil sendiri.

 “Setiap ketemu saya, dia cium tangan,” kenangnya dengan mata berbinar.

Tak hanya urusan sosial, Arjunif juga piawai menata konflik besar. Salah satunya konflik antara PT Sawindo dan warga terkait kebun plasma seluas 60 hektare yang selama bertahun-tahun mangkrak dan sempat diputuskan di Mahkamah Agung. Ia melobi semua pihak selama empat tahun. 

Hasilnya, warga kini mengelola sendiri dan mendapat pemasukan hingga Rp1,5 miliar setahun.

Bagi sebagian orang, mediasi konflik besar bukan tugas polisi desa. Tapi bagi Arjunif, ini bagian dari tanggung jawab. 

“Kalau bukan kita yang bantu menjembatani, siapa lagi ini aset desa. Kalau hilang, anak cucu yang rugi,” katanya.

Arjunif juga menjadi sosok yang dituakan oleh masyarakat. Rumah dinasnya dijadikan tempat rapat, musyawarah, bahkan kantor darurat untuk pelayanan administrasi. 

Ia menggaji staf pribadi dari gajinya sendiri untuk membantu ketik surat warga.

 “Kalau ada warga mau buat KK, akta lahir, surat damai, kita bantu. Bukan hanya disuruh ke kantor polisi, kita yang jemput pelayanan ke desa,” jelasnya.

Di tengah tugas berat sebagai aparat, ia tak melupakan peran sebagai ayah tiga anak. Istrinya, seorang guru madrasah, menjadi pendamping setia di lapangan.

“Saya ajarkan mereka jangan malu jadi petani, jadi tukang kebun, jadi orang biasa. Yang penting bermanfaat,” katanya. 

Anak sulungnya kuliah di Universitas  Jambi lewat jalur undangan, jurusan kesehatan hewan. 

Anak keduanya berprestasi akademik dan aktif kegiatan sekolah bahkan mendapatkan peringkat di kelas. 

Adapu anak bungsunya, kini baru berusia tiga tahun, seumur dengan usia kebun sawit pribadi milik Arjunif.

Arjunif bilang, dirinya selalu mencontohkan nilai-nilai positif kepada keluarga, terlebih kepada anak dan istri.

Selain bermanfaat bagi masyarakat, dirinya juga terus berupaya meningkatkan kesejahteraan keluarga lewat perkebunan yang dirintisnya saat ini. Tanpa terpengaruh hal negatif diluar sana.

“Saya dari muda memang tidak pernah macam-macam dan aneh, karena diajarkan orang tua,” kata Arjunif.

Dari 2 hektare kebun sawit pribadinya saja, Arjunif bisa menghasilkan 3 hingga 4 ton tandan buah segar setiap bulan. Itu setara penghasilan Rp10–15 juta. 

Ia menjadi bukti bahwa polisi bisa punya sumber penghasilan halal di luar dinas, tanpa harus terlibat pungli atau bisnis gelap.

Ia kini juga merancang kawasan wisata edukasi berbasis pertanian dan perikanan. Tiga kolam ikan sudah ia gali dengan dana sendiri. Ikan semah, nila, dan gurami mulai dibudidayakan.

 “Anak-anak desa bisa tahu jenis ikan lokal, dan mungkin jadi pengusaha perikanan nanti. Kita harus beri contoh,” katanya.

Arjunif sadar dirinya tak bisa selamanya bertugas di lapangan. Tapi ia tak ingin berhenti hanya karena waktu pensiun tiba. Ia membina adik-adiknya, keluarganya, bahkan masyarakat luar desa untuk mengelola kebun secara kolektif. 

“Kami sekarang sudah kelola lebih dari 30 hektare di Rantau Pandan, Kabupaten Bungo. Targetnya 100 hektare,” ucapnya.

Setelah menerima penghargaan Hugeng Corner dari Mabes Polri penghargaan untuk polisi teladan dan 20 penghargaan lain, ia tidak larut dalam pujian. 

“Allhamdulilah sudah ada 21 penghargaan dari Kapolri, Kapolda beberapa kali bupati dan lainnya,” sebut Arjunif saat memperlihatkan sejumlah piagam.

Banyaknya penghargaan, Arjunif bilang makin giat memberikan saran dan masukan bagi polisi lain, mulai dari memberi pelatihan, motivasi, bahkan memfasilitasi rekan sejawat yang ingin melanjutkan kuliah atau membuka usaha mandiri.

“Saya tidak mau polisi kita dihormati hanya karena pangkat. Tapi karena dia baik, bisa diandalkan, dan punya nilai di tengah masyarakat,” ujarnya.

Ia menyebut, banyak tantangan jadi polisi hari ini. Salah satunya, masyarakat semakin cerdas dan kritis. Polisi tak bisa lagi menggunakan pendekatan kekuasaan. 

“Kalau kita salah ngomong, masyarakat bisa langsung cek di internet. Kita harus jujur dan terbuka. Kita baik, kita disegani. Kita sombong, kita dijauhi,” katanya.

Bagi Arjunif, menjadi polisi bukan untuk disanjung, tapi untuk mengabdi. Apa yang ia tanam hari ini mungkin tak terlihat besar di mata dunia, tapi bagi warga Desa Sepunggur sangat membantu.

Update berita Tribun Jambi di Google News

Berita Terkini