TRIBUNJAMBI.COM - Polemik soal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih bergulir meskipun pihak kepolisian telah menyatakan ijazah tersebut asli.
Namun, sejumlah tokoh seperti Roy Suryo tetap mempertanyakan transparansi dan konsistensi informasi yang disampaikan ke publik.
Roy Suryo menegaskan bahwa langkahnya dan rekan-rekan seperti Tifauzia Tyassuma dan Rismon Sianipar bukan didorong oleh kepentingan politik, melainkan bagian dari hak warga negara untuk mengkritisi proses administrasi pemimpin negara.
“Motifnya adalah membuka akal waras kita terhadap daya kritis. Ini bukan perkara percaya atau tidak percaya, tapi bagaimana publik memperoleh akses terhadap informasi yang seharusnya terbuka,” kata Roy.
Meski Bareskrim Polri menyatakan ijazah Jokowi identik dengan pembanding dan menyatakan keasliannya, Roy berpendapat bahwa istilah “identik” tidak serta merta membuktikan keaslian.
“Kalau diproduksi dulu yang sama, lalu dibandingkan, ya pasti sama. Tapi itu belum menjawab pertanyaan fundamental tentang otentisitas,” jelas Roy, seraya menyebut pengadilan adalah tempat terbaik untuk menguji validitas secara ilmiah.
UGM Diminta Evaluasi Diri
Kritik terhadap Universitas Gadjah Mada (UGM) juga turut dilontarkan. Menurut Roy Suryo, sebagai alumnus kampus tersebut, ia merasa kecewa melihat kualitas skripsi Jokowi yang dinilainya tak sesuai standar akademik UGM.
“Saya sangat terpukul kalau UGM meluluskan skripsi dengan kualitas seperti itu. Kalau kualitas skripsinya dipertanyakan, otomatis kualitas ijazahnya juga jadi pertanyaan,” ungkap Roy.
Namun, kritik ini justru mendapat respons tajam dari beberapa pihak. Kiai NU Syarif Rahmat bahkan mengusulkan agar UGM mencabut ijazah para pengkritik seperti Roy Suryo karena dianggap mencemarkan nama baik almamater.
Tuduhan “Proyek Besar” Dinilai Mengada-ada
Menanggapi pernyataan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, yang menyebut isu ijazah sebagai “proyek besar tanpa tender”, Roy menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan justru mengaburkan substansi persoalan.
“Kalau menyuarakan keadilan dan transparansi dianggap proyek, lalu bagaimana dengan warga negara yang mempertanyakan kejujuran pejabat publik? Ini bukan soal uang atau tender, tapi integritas,” tegasnya.
Ngabalin sebelumnya menyebut bahwa kasus ini merupakan bentuk serangan politik untuk mengadang karier Gibran Rakabuming Raka pasca Jokowi lengser. Namun Roy Suryo membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak memiliki agenda politik praktis.
Pengadilan Jadi Jalan Terbaik