TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Salah satu dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi Spesialis Ortopedi diduga melakukan maladministrasi yang berpotensi sengketa medis.
Maladministrasi ini menimpa korban bernama Kualam (59), warga Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi.
Akibat maladministrasi tersebut, kini korban mengalami lumpuh dan kehilangan harta benda sekaligus pekerjaannya.
Kualam menceritakan bahwa kejadian tersebut terjadi pada 3 November 2023 lalu.
“Awalnya saya terpeleset saat mengeluarkan motor, motor menimpa kaki saya, awalnya terasa nyeri namun saya masih bisa bekerja di kebun,” kata Kualam, Sabtu (21/12/24) lalu.
“Lantaran masih terasa nyeri saya melakukan pengecekan di rumah sakit Bhayangkara, kemudian saya dirujuk ke RSUD Raden Mattaher Jambi untuk operasi karena di sana tidak ada alatnya, dari tawaran mereka saya menerimanya karena saya mau sembuh,” lanjutnya.
Selang satu hari dirawat di RSUD dari tanggal 22 November 2024, Kualam ditawarkan oleh salah satu dokter spesialis ortopedi untuk melakukan operasi dengan dalih tempurung bagian sendi lututnya sudah habis dan menipis.
“Di situ dokter menawarkan kepada saya untuk memesan alatnya (dengan merek, AK N00006024 DE 12mm), yang dipesan dari Cina, seharga Rp 35 juta dengan diskon Rp 1 juta dan dibayar Rp 34 juta, itu tidak bisa ditanggung oleh BPJS karena saya menggunakan BPJS kelas 3,” jelasnya.
Tepat pada 23 November 2024 Kualam melakukan operasi ganti sendi tungkai bawah atau pengangkatan tempurung sendi lutut kaki bagian kiri.
Selama berobat, ia mengaku ada beberapa kali dilakukan operasi baik pemasangan maupun pelepasan dan pembersihan alat tersebut, dengan waktu selama 8 bulan lebih, dilakukan dengan 3 kali operasi.
“Dengan adanya alat itu ya saya awalnya terbantu dan bisa berdiri seperti biasa,” ujarnya.
Namun, kata Kualam, selama menjalani perawatan itu dinyatakan di luar BPJS oleh dokter yang menanganinya melalui asistennya kepada korban.
Harta benda milik korban dan sang istri pun raib untuk membayar biaya pengobatan suaminya.
“Ia mendatangi kami dan meminta untuk dibayar cash (tunai) karena saya tidak bisa berjalan dan saya pengen sembuh, saya menyerahkan uangnya kepada adik saya. Adapun penyelesaiannya, bawahan dokter itu meminta pembayaran di tempat yang sepi,” bebernya.
Sementara sang istri, Susila Suliani (58), mengatakan, biaya selama perawatan suaminya telah mencapai lebih kurang Rp 80 juta.