TRIBUNJAMBI.COM - Bila praktik curang sejumlah rumah sakit tidak segera diselesaikan, keuangan BPJS Kesehatan bisa hancur. Tidak sedikit rumah sakit yang ternyata melakukan klaim palsu demi bisa mendapatkan pencairan yang sangat besar dari BPJS.
Berdasarkan monitoring secara acak yang dilakukan Tim Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) dan KPK, didapati klaim palsu (phantom billing) dari rumah sakit.
Bahkan uang sudah sempat dicairkan. Puluhan miliar uang mengalir ke pihak rumah sakit, sesuai dengan klaim yang mereka ajukan.
Satu di antara rumah sakit yang terendus melakukan praktik curang itu adalah RS Padma Lalita yang berada di Jawa Tengah.
Dinkes Jawa Tengah mengungkap, rumah sakit itu ajukan klaim palsu ke BPJS senilai Rp 29 miliar.
"Iya di Kabupaten Magelang dan kebetulan waktu itu memang saat terjadi Covid-19. Diindikasikan melakukan phantom billing," kata Elhamangto Zuhdan, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Jateng.
Diterangkannya, temuan itu pada tahun 2023, yakni saat monitoring dilakukan oleh PK-JKN dan KPK.
Zuhdan mengungkapkan rumah sakit yang dimaksud itu adalah RS Padma Lalita yang berada di Kabupaten Magelang.
Penelusuran di internet, RS Padma Lalita berada di Jl Klangon KM 1, Pucungrejo, Muntilan, Growong, Pucungrejo, Muntilan, Magelang.
Rumah sakit tipe D ini memiliki status akreditas lulus perdana, yang diakreditasi pada tahun 2019. Pada tahun 2024, rumah sakit ini ditawarkan kepada yang ingin memilikinya dengan nilai Rp 95 miliar.
Adapun fasilitas yang dimiliki di antaranya Poli Klinik Umum, Poli Klinik KB dan Imunisasi, Poli Klinik Spesialis Bedah, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Farmasi, dan yang lainnya.
Kamar rawat inap yang dimiliki berupa 2 kamar rawat inap VIP, 20 Kamar Kelas 1, 8 Kamar Kelas 2, dan 14 Kamar Kelas 3.
Zuhdan menjelaskan rumah sakit yang bermitra dengan BPJS itu melakukan klaim ke BPJS.
Padahal sebetulnya tidak ada pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Hal itu terjadi terus menerus hingga mencapai puluhan miliar Rupiah.
Saat ini BPJS disebut masih mengupayakan tuntutan perdata agar klaim miliaran rupiah oleh RS itu dapat dikembalikan ke BPJS dan digunakan untuk masyarakat yang berhak.
"(Klaim palsu) dalam sebulan, sekian puluh juta kan tidak terasa dari 2023. Penanganan saat ini BPJS masih mengupayakan tuntutan perdata, dengan tujuan agar bisa dilakukan pengembalian dana tersebut," imbuhnya.
Pihaknya telah melakukan upaya persuasif terhadap RS. Pimpinan RS yang sempat mengelak pada kasus itu akhirnya mengakui dan siap mengembalikan dana kalim palsu yang dicairkan dari BPJS.
"Sebetulnya sudah dilakukan tindakan persuasif. Tim BPJS, Dinkes, Inspektorat, Dinkes Kabupaten memanggil langsung dan sudah bertemu pimpinan. Saat itu merasa tidak melakukan, tapi setelah diberi pemahaman, pimpinan RS tersebut mengakui kekeliruan dan bersedia mengembalikan dana yang sudah diklaim," terangnya.
Kendati demikian, RS yang semula akan mengembalikan dana BPJS yang digelapkan secara bertahap tak kunjung memenuhi janjinya sampai sekarang.
"Sampai sekarang yang kami tahu belum ada pengembalian. Tapi BPJS akan tetap mengupayakan tuntutan dalam bentuk perdata," ungkapnya.
Pihaknya mengakui salah satu penyebab terjadinya kasus klaim palsu itu karena rekam medik dilakukan secara manual petugas fasilitas kesehatan dari pihak rumah sakit.
Untuk itu pihaknya bersama Kemenkes memulai rekam medik secara elektronik.sehingga kasus klaim palsu tidak terulang lagi hingga merugikan negara dalam jumlah besar.
"Waktu itu rekam mediknya manual. Jadi memang bisa (dipalsukan). Sekarang sudah elektronik rekam medik, kemudian verifikasi dari pengajuan klaim ini sudah beberapa tahap, di mana validitas klaim dapat dipertanggungjawabkan sehingga bisa transaksi atau pembayaran," terangnya.
Sebelumnya, Pimpinan KPK mengusut perkara dugaan klaim fiktif di sejumlah rumah sakit swasta ke BPJS.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, tindakan sejumlah rumah sakit itu diduga merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Adapun dugaan kecurangan klaim itu ditemukan tim gabungan KPK, BPJS, Kemenkes, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Mereka memeriksa 6 rumah sakit sebagai sampel yang berawal dari laporan fraud pihak BPJS.
“Pimpinan memutuskan kalau yang 3 ini dipindahkan ke (Kedeputian) Penindakan,” kata Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Hasilnya, RS A di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) diduga melakukan phantom billing dengan nilai kerugian negara Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar.
Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar. Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar. (*)
Baca juga: Deretan Korupsi di Jambi - Dana Bagi Hasil di Batanghari, Penggunaan Hutan di Tanjabbar, Replanting