TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sejumlah Caleg mengungkapkan pengeluarannya sebagai ongkos politik dalam mengikuti Pemilihan Legislatif.
Untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten/kota di Provinsi Jambi kisaran ongkos politik yang dikeluarkan berbeda-beda.
Untuk tingkat Kota Jambi, ternyata untuk menjadi caleg dan bisa terpilih menjadi anggota dewan harus menyiapkan dana politik kisaran Rp 300 juta-Rp 500 juta.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu Caleg yang pada 2019 lalu berhasil terpilih menjadi anggota DPRD, yang tak ingin disebutkan namanya, ia mengaku menghabiskan dana Rp 350 juta untuk bisa duduk di DPRD Kota Jambi.
"Rp 350 jutaan lah habis, tapi ada yang malah lebih dari itu, kisarannya sekitar Rp 300-Rp 500 juta, itu masa sosialisasi sampai pemilihan 8 bulan kerja," ucapnya.
Sementara di Kabupaten Tanjabbar, ternyata lebih fantastis, karena memiliki geografis yang lebih luas.
Angka yang harus dikeluarkan untuk bisa duduk sebagai anggota Dewan kisaran Rp 700 juta-Rp 1 Miliar, yang diungkapkan oleh salah satu anggota dewan DPRD Tanjabbar terpilih.
"Di sini Rp 700 juta lebih, saya pun lebih juga, rata-rata kisaran Rp 700 juta-Rp 1 Miliar, bahkan ada yang lebih, tapi rata-rata segitulah," ungkapnya.
Begitu juga untuk tingkat Provinsi, meskipun setiap dapil berbeda-beda, namun menurut salah satu caleg yang pernah maju DPRD Provinsi Jambi angka yang dikeluarkan 2 hingga 3 kali lipat lebih besar dari tingkat Kabupaten/kota.
"2 bahkan 3 kali lipat dari kabupaten/kota," ucapnya.
Atau dalam artian biaya yang dibutuhkan untuk maju DPRD Provinsi Jambi kisaran Rp 500 juta-Rp 1 Miliar.
Untuk DPR RI dapil Jambi, Direktur Eksekutif Public Trust Institute (Putin) mengungkapkan dana yang dibutuhkan kisaran Rp 10 Miliar.
Namun untuk apakah dana sebanyak itu dikeluarkan oleh Caleg dalam pemilihan legislatif?
Salah satu caleg, yang tak ingin disebutkan namanya mengungkapkan secara jelas dana tersebut dialokasikan secara umum, keperluannya ada 5 pengeluaran.
Pertama Akomodasi Ke Daerah Pemilihan, Kedua Biaya Kampanye meliputi alat peraga untuk melakukan sosialisasi, ketiga bantuan sosial untuk mendapatkan perhatian masyarakat, keempat pengumpulan massa atau konsolidasi, dan kelima saksi untuk mengawal perolehan suara.
Salah satu Caleg yang mengeluarkan dana cukup fantastis, yakni Rp 700 juta, ia menyebutkan secara jelas peruntukan dana tersebut, terutama untuk bantuan sosial kepada masyarakat.
"Peruntukannya banyak, ada uang operasional, ada bantuan permintaan masyarakat, bantuan kegian pemuda-pemuda, contoh alat-alat yang dibutuhkan kelompok yasinan, kayak ampli, sound system," sebutnya.
Ia menyebutkan juga ada uang yang dialokasikan untuk rapat konsolidasi, pembiayaan pengambilanan data, sosialisasi dan kampanye, baik itu pencitraan dan juga logistik lain-lain.
Dan dengan jelas ia mengatakan bahwa menyiapkan dana untuk pengkondisian masyarakat, atau dalam bahasa lain memberikan serangan fajar kepada masyarakat.
"Tentu nanti uang perkondisian masyarakat," ujarnya.
Tak tanggung-tanggung, ia menyebut bahwa biaya pengkondisian masyarakat ini persentasenya lebih besar dibanding dengan biaya kampanye dan lainnya.
"Pengkondisian banyak kalau 2019 kemarin 60 persen, kalau sosialiasi kemarin 40 persen (dari total Rp 700 juta lebih)," ucapnya.
Menurutnya dalam dunia politik, terutama saat maju sebagai anggota Dewan, uang itu sangat diperlukan untuk memperbesar peluang keberhasilan.
"Dalam politik uang diperluakan untuk eksistensi politik," singkatnya.
Sementara itu Caleg yang berhasil duduk di dewan dengan mengeluarkan biaya Rp 350 juta mengatakan bahwa setiap caleg tentu sudah merencanakan dari awal kebutuhan-kebutuhan mendasar untuk sosialisasi dengan membeli bahan-bahan kontak atau alat peraga.
Kemudian juga mengadakan kegiatan dengan masyarakat, melakukan konsolidasi dengan tim, kemudian turun ke lapangan, juga untuk Saksi yang tentu semua itu butuh biaya.
"Semua caleg itu ya pasti mempersiapkan itu, apalagi memang caleg itu sungguh-sungguh ingin meraih simpati masyarakat," ucapnya.
Namun menurutnya yang terpenting sebagai caleg turun mendatangi masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat, melakukan komunikasi aktif, melalui tim atau menggunakan jalur-jalur publisitas di media elektronik maupun sosial, ataupun membentuk struktur jaringan yang bisa mengkampanyekan sampai tingkat akar rumput.
"Dananya tergantung kita, kalau mau besar bisa kita besarkan, kalau mau sedang bisa kita sedangkan, kalau mau biaya rendah kita bisa memanagenya dengan biaya rendah, yang penting bagaimana sosok caleg itu bisa diterima," jelasnya.
Ia mengungkapkan dengan mengandalkan hal tersebut, pada 2019 lalu dirinya tidak sampai harus mengkondisikan masyarakat atau melakukan serangan fajar.
"Saya tidak ada (serangan fajar), kuncinya harus banyak tatap muka dengan konstituen," ucapnya.
Baca juga: Fantastis, Segini Modal Jadi Anggota Dewan di Jambi
Baca juga: 548 Bacaleg di Merangin Masih BMS, Perbaikan Berkas hingga 9 Juli Mendatang
Baca juga: Pengamat Sebut Pemilu Terbuka Baik Bagi Rakyat, Parpol dan Caleg, Tapi Buruk Bagi Oligarki