Menurut SBY, sejarah tetaplah sejarah yang tidak boleh dihapus.
"Beliau kemudian menjawab kami dgn tenang, lebih kurang: “Sudah gak apa-apa, kan memang dia bagian dari pemerintahan saya. Saya yg mengangkatnya jadi KSAD dan Panglima. Ini kan Museum terkait sejarah perjalanan pemerintahan itu, kan tidak mungkin wajah dia sama sekali tidak ada di Museum ini. Sejarah itu ya tetap sejarah tidak boleh kita hapuskan apapun kondisinya.
Biarlah yang dia lakukan skrg menerima balasnya sendiri nanti. Termasuk tentu yg dia lakukan skrg ini sejarah yang juga harus kalian ingat selaku kaderkan dst”."
Menerima penjelasan SBY, Jansen dan teman-temannya akhirnya terdiam dan menerima penjelasan SBY.
Kata Pakar Metafisika Soal Mimpi SBY
Pakar metafisika Sunarto menganalisa mimpi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bertemu dengan Presiden Jokowi, Megawati Soekarnoputro dan presiden ke-8 RI.
Dia mengungkapkan bahwa adanya harapan besar dari Presiden ke-6 RI SBY rujuk dengan Presiden ke-5 RI tersebut.
Baca juga: 700 Kader dan Satgas PDI Perjuangan Provinsi Jambi Siap Merahkan GBK di Bulan Bung Karno
Megawati merupakan ketua umum PDI Perjuangan dan SBY menjabat sebagai Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Sebagaimana diketahui bahwa SBY bermimpi jalan bareng Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri naik kereta Gajayana menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Ini semua satu alur, alur presiden. Zaman Megawati, pak SBY menjadi menyeri. Kemudian terjadi alih kekuasaan. Ada Pilpres, pak SBY yang jadi presiden menggantikan ibu Megawati,” ucapnya dalam diskusi virtual yang disiarkan kanal Youtube TribunJakarta.com, Selasa (20/6/2023).
“Nah, dari situ pasti ada konflik enggak enak. Ada perasaan enggak enak,” tambahnya menjelaskan.
Sejak Pilpres 2004 silam, hubungan SBY dengan Megawati memang cukup renggang.
Kedua sosok ini hampir tak pernah bertemu dan bertegur sapa satu sama lainnya.
Lewat mimpinya itu, SBY pun berharap, Presiden Jokowi bisa menjadi penengah antara dirinya dengan Megawati sehingga kedua sosok itu bisa mengadakan suatu rekonsiliasi.
“Mediumnya adalah pak Jokowi, karena pak Jokowi begitu dekat dengan Megawati. Sedangkan SBY dulunya dekat dengan Megawati, namun terjadi perpisahan kaitannya dengan pemilihan presiden. Sedangkan SBY dengan Jokowi tidak ada konflik psikologis ya,” tuturnya.