Sidang Ferdy Sambo

Jampidum Nilai Tuntutan Jaksa ke Bharada E Pidana 12 Tahun Penjara Sudah Tepat: Tidak Ada yang Salah

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fadil Zumhana, JAM PIDUM

TRIBUNJAMBIO.COM - Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPIDUM) sebut tuntutan Jaksa Pidana Umum (JPU) terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E sudah tepat dan tidak ada yang salah.

Sebelumnya JPU menjatuhkan tuntutan kepada Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dalam perkara pembunhan berencana Brigadir Yosua.

Selain Richard, jaksa juga telah membacakan tuntutannya untuk empat orang terdakwa lainnmya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Empat terdakwa tersebut yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Maruf dan Ricky Rizal.

Fadil Zumhana selaku JAMPIDUM menyebutkan bahwa perkara pembunuhan berencana tersebut tidak ada yang luar biasa.

"Tidak ada yang luar biasa, cuman gara-gara media yang ramai jadi luar biasa," kata Fadil Zumhana dikutip dari tayangan kompas TV.

"Saya juga Jaksa dari kecil Pak, udah 30 tahun ini, 31 tahun jadi jaksa,"

"Perkara yang lebih sulit pembuktiannya pun sudah pernah saya sidangkan,"

Untuk itu dia berharap agar masyarakat lebih ditenangkan dan tidak melakukan penggiringan opini.

Baca juga: Saksi Ahli Sebut Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria Amankan CCTV Bukan Pembuatan Melawan Hukum

"Jadi maksud saya tolong masyarakat nih ditenangkan, jangan di kipas-kipas, opini jangan dibentuk, fakta persidangan aja ditulis Jaksa Hakim meyakini atau tidak yakin, tinggi atau ketinggian atau kerendahan,"

"Kalau menurut hakim ini ketinggian, hakim boleh turunkan, hakim bilang bilang ini terlalu rendah ini jaksa terlalu baik hati ini, naikkan silahkan,"

"Hakim memutus dengan alat bukti dan keyakinannya. Itulah beda hakim dengan jaksa. Jaksa nggak boleh ini, dia terikat oleh alat bukti, dia murni terikat alat bukti,"

"Karena Jasa Ini mewakili pemerintah, negara dan masyarakat. Hakim itu ada Tuhan di atasnya. Sehingga hakim pakai yakin,"

"Jadi kalian jangan kalian perang sudah selesai, belum selesai ini, persidangan masih berjalan, belum berakhir,"

"Kami sudah uji sesuai dengan kami sebagai penuntut umum tertinggi, jaksa agung dan saya itu sudah menguji ini. Jadi produk anak-anak kami di lapangan sudah kami uji,"

"Emang bener harus gitu,"

"Justice kolaborator sebetulnya kita baca sejarahnya, ada dari UNC, IC lalu kita ratifikasi lalu kita ada tema surat Mahkamah Agung

"Untuk pelaku tidak bisa JC, pelaku utama, ini supaya saya luruskan ini. Undang-undang nggak bisa. Namun demikian menghormati lembaga pemerintah yang sebetulnya tugasnya hanya melindungi saksi dan korban, tidak boleh intervensi dan menentukan tuntutan pidana,"

"Tuntunan pidana itu wewenang penuh Jaksa Agung, tidak ada lembaga lain yang bisa mempengaruhi, tapi kami hormati LPSK. Maka tuntutannya itu lebih ringan dibanding pak Sambuo,"

"Kalau mungkin LPSK nggak ada, nggak mungkin 12 tahun,"

Baca juga: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Pakar Hukum: Penjara hingga Meninggal Dunia

Dia sangat menghormati perbedaan pendapat yang terjadi ditengah masyarakat.

Namun dia mengharapkan agar tidak menggiring opini yang nantinya dikhawatirkan akan mempengaruhi hakim dan jaksa.

"Tapi janganlah menggiring opini, nanti terpengaruh pola pikir Hakim dan Jaksa. Kita serahkan pada majelis yang sudah pengalaman,"

Menurutnya bahwa jaksa yang memegang perkara pembunuhan berencana tersebut sudah bujak dalam menjalankan tugasnya.

Sehingga kata Fadil Zumhana bahwa tidak ada yang salah dengan pengambilan keputusan dalam menjatuhkan tuntutan kepada Bharada E.

"Tidak ada yang salah sama jaksa itu, tapi kalau beda pendapat nggak apa-apa," tandasnya.

Bharada Dituntut 12 Tahun Bui

Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana kepada terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Dalam sidang tuntutan yang dibacakan pada Rabu (18/1/2023), Richard Eliezer alias Bharada E dijatuhi tuntutan pidana 12 tahun penjara.

"Mohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu 12 tahun penjara dikurangi masa tahanan," kata jaksa dalam persidangan di PN Jakarta Selatan.

Jaksa menyatakan, perbuatan terdakwa Bharada E terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan terhadap seseorang secara bersama-sama sebagaimana yang didakwakan.

Dalam tuntutannya jaksa menyatakan, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

"Menyatakan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP," kata jaksa.

Baca juga: Penggemar Kecewa Jaksa Tuntut Bharada E 12 Tahun Penjara: Pengadilan Bisa Dibeli, Cuan, Cuan, Cuan!

Sebelumnya, terdakwa Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR dan Kuat Maruf telah dijatuhkan tuntutan terlebih dahulu.

Dalam tuntutan jaksa yang dibacakan Senin (16/1/2023), kedua terdakwa tersebut dijatuhi tuntutan 8 tahun penjara atas tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yosua.

Tak hanya Ricky Rizal dan Kuat Maruf, terdakwa Putri Candrawati juga dijatuhi tuntutan yang sama yakni 8 tahun penjara.

Kendati untuk terdakwa Ferdy Sambo, jaksa menjatuhkan tuntutan pidana penjara seumur hidup dengan tidak ada hal pembenar dan pemaaf yang terdapat dalam diri Ferdy Sambo.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Elviana Minta Gubernur Jambi Kirim Proposal Pelebaran Jalan ke DPD RI

Baca juga: Download 10 Lagu Viral di TikTok 2023 Terbaru, Ada DJ Remix Full Bass Live, Pakai Snaptik Jadi MP3!

Baca juga: Pj Bupati Targetkan Muaro Jambi Raih WTP 7 Kali Berturut-turut

Berita Terkini