"Emang bener harus gitu,"
"Justice kolaborator sebetulnya kita baca sejarahnya, ada dari UNC, IC lalu kita ratifikasi lalu kita ada tema surat Mahkamah Agung
"Untuk pelaku tidak bisa JC, pelaku utama, ini supaya saya luruskan ini. Undang-undang nggak bisa. Namun demikian menghormati lembaga pemerintah yang sebetulnya tugasnya hanya melindungi saksi dan korban, tidak boleh intervensi dan menentukan tuntutan pidana,"
"Tuntunan pidana itu wewenang penuh Jaksa Agung, tidak ada lembaga lain yang bisa mempengaruhi, tapi kami hormati LPSK. Maka tuntutannya itu lebih ringan dibanding pak Sambuo,"
"Kalau mungkin LPSK nggak ada, nggak mungkin 12 tahun,"
Baca juga: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Pakar Hukum: Penjara hingga Meninggal Dunia
Dia sangat menghormati perbedaan pendapat yang terjadi ditengah masyarakat.
Namun dia mengharapkan agar tidak menggiring opini yang nantinya dikhawatirkan akan mempengaruhi hakim dan jaksa.
"Tapi janganlah menggiring opini, nanti terpengaruh pola pikir Hakim dan Jaksa. Kita serahkan pada majelis yang sudah pengalaman,"
Menurutnya bahwa jaksa yang memegang perkara pembunuhan berencana tersebut sudah bujak dalam menjalankan tugasnya.
Sehingga kata Fadil Zumhana bahwa tidak ada yang salah dengan pengambilan keputusan dalam menjatuhkan tuntutan kepada Bharada E.
"Tidak ada yang salah sama jaksa itu, tapi kalau beda pendapat nggak apa-apa," tandasnya.
Bharada Dituntut 12 Tahun Bui
Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana kepada terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua yakni Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Dalam sidang tuntutan yang dibacakan pada Rabu (18/1/2023), Richard Eliezer alias Bharada E dijatuhi tuntutan pidana 12 tahun penjara.
"Mohon agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu 12 tahun penjara dikurangi masa tahanan," kata jaksa dalam persidangan di PN Jakarta Selatan.