Sidang Ferdy Sambo

Ronny Talapessy Optimis Bharada E akan Dapat Keringan Hukuman, Ungkap 3 Fakta Persidangan

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy

"Kapan mulai timbul niat untuk menghabisi korban?" tanya hakim.

"Saat itu saya belum berniat untuk menghabisi korban dan tidak ada dalam pemikiran saya untuk itu," jawab Sambo.

Sambo mengaku sangat terpukul saat mendengar peristiwa pelecehan seksual dari istrinya itu.

Dia juga mengaku bingung ihwal langkah apa yang harus ia lakukan.
Sebab, selama ini perjalanan hidup dan karier Sambo begitu mulus tanpa ada cacat sedikit pun.

"Saya hanya mendengar cerita istri saya ini saya terpukul sekali yang mulia saya tidak tahu harus berbuat apa waktu itu karena selama ini lancar-lancar semua perjalanan hidup dan karier saya yang mulia," ujar Sambo.

"Pada saat bercerita begitu pukulan berat buat saya, sehingga saya tidak bisa untuk berpikir karena ini kok bisa seperti ini, yang mulia," sambungnya.

Hakim Wahyu Iman Santoso juga sempat mempertanyakan keberanian Sambo berhadapan satu lawan satu dengan Brigadir Yosua. Hakim menanyakan hal itu karena Sambo meminta bawahannya yakni Ricky Rizal untuk menembak Yosua.

Hakim Wahyu mulanya bertanya mengenai perintah Sambo kepada Bripka Ricky Rizal.

Baca juga: Ferdy Sambo Kekeh Bahwa Perintahnya ke Bharad E untuk Menghajar, Bukan Menembak Brigadir Yosua

"Kamu meminta si Ricky menembak atau bagaimana?" tanya hakim.

Sambo lalu menceritakan kembali saat bicara dengan Bripka Ricky Rizal.

"Setelah Ricky datang saya sampaikan 'tahu enggak kejadian di Magelang. Dijawab 'saya enggak tahu bapak'. 'Kamu enggak tahu kalau ibu dilecehkan sama Yosua?' Dia jawab 'saya tidak tahu bapak'," kata Sambo.

"Kemudian saya dalam kondisi emosi menyampaikan saya akan konfirmasi ke Yosua. Dia siap tembak enggak kalau dia melawan," kata Sambo.

Mendengar pernyataan Sambo, hakim Wahyu kemudian mempertanyakan keberanian Sambo berhadapan seorang diri dengan Brigadir Yosua.

"Kamu enggak berani sama Yosua?" tanya hakim. "Saya bukan enggak berani yang mulia," jawab Sambo.

"Kalau satu lawan satu berani enggak?" tanya hakim lagi. "Saya berani yang mulia," kata Sambo.

Sambo juga mengaku tak mengetahui bahwa Brigadir Yosua merupakan seorang olahragawan dan jago bela diri. "Kamu tahu kalau dia olahragawan?" tanya hakim. "Saya tidak tahu," jawab Sambo.

"Banyak yang mengatakan Yosua itu jago dalam silat, taekwondo juara satu katanya di Jambi. Saat itu kamu tahu enggak dia jago bela diri?" tanya hakim lagi. "Saya tidak tahu," jawab Sambo.

Hakim Wahyu lantas menggali informasi mengenai latar belakang Sambo memerintah Bripka RR untuk membantunya saat berhadapan dengan Brigadir Yosua.

"Saya kan punya ajudan yang mulia saya harus bisa memanfaatkan mereka untuk membackup saya dalam hal tertentu. Karena kondisi ini kita tidak tahu apa yang terjadi nanti," kata Sambo/ "Ibarat mau perang?" tanya hakim.

"Kalau berperang sih tidak yang mulia," jawab Sambo.

Di akhir persidangan, Sambo menyampaikan permintaan maaf kepada sejumlah pihak terkait dengan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Permintaan maaf ia utarakan, termasuk kepada keluarga Yosua, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, hingga Presiden Jokowi.

"151 hari saya menjalani proses penahanan di Mako Brimob, saya merasa bersalah Yang Mulia. Karena emosi menutup logika saya. Saya sampaikan rasa bersalah ini dan penyesalan ini," kata Sambo.

Pertama, Sambo meminta maaf kepada keluarga Yosua. Sebab, karena emosinya, menyebabkan Yosua meninggal dunia.

"Karena emosi saya menyebabkan putra keluarga Yosua bisa meninggal dunia," kata Sambo.

Kedua, permintaan maaf Sambo tertuju pada Richard Eliezer.

Sambo kembali menyinggung soal perintahnya 'hajar' tetapi dimaknai oleh Eliezer 'tembak' sehingga Yosua tewas. Meski, Eliezer tetap menegaskan bahwa perintah Sambo saat itu adalah 'tembak' bukan 'hajar'.

"Rasa penyesalan dan salah kedua saya sampaikan kepada Saudara Richard karena perintah hajar kemudian dilakukan penembakan, itu saya akan bertanggung jawab dan saya merasa bersalah," kata Sambo.

Ketiga, Sambo merasa bersalah kepada istrinya Putri Candrawathi dan dua terdakwa lain dalam kasus ini, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf. Sebab karenanya, ketiganya harus terlibat dan turut menjadi terdakwa dalam kasus kematian Yosua.

Keempat, permintaan maaf ditujukan kepada Kapolri dan institusi Polri.
"Penyesalan juga saya sampaikan ke Kapolri dan institusi Polri dan rekan sejawat yang sudah terlibat dalam cerita tidak benar yang saya sampaikan di Duren Tiga itu yang menyebabkan citra Polri turun dan rekan sejawat saya harus diproses hukum," kata Sambo.

Kelima, ia juga meminta maaf kepada Presiden Jokowi dan masyarakat Indonesia.

"Saya juga menyampaikan rasa bersalah dan penyesalan kepada bapak presiden dan masyarakat Indonesia karena harus tersita perhatian dalam perkara ini karena kesalahan saya," ucapnya.

"Terakhir Yang Mulia, saya menyampaikan rasa bersalah dan penyesalan karena kasus saya ini yang kemudian menyebabkan istri dan anak-anak harus mengalami. Istri saya harus ditahan, dan anak anak saya harus sendiri mencapai cita-citanya. Saya bersalah Yang Mulia, karena emosi saya menutup logika," ucap Sambo.

Sambo selanjutnya direncanakan akan menjalani sidang tuntutan pada Selasa (17/1) pekan depan. Dalam kasus ini Sambo didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Pertunjukan Bully Bully dari Belanda Sampaikan Pesan Tentang Bullying

Baca juga: Rizky Billar Ngamuk Dituding Banyak Cicilan, Suami Lesti Rela Kirim KTP Demi Lihat BI Checking

Baca juga: Pemkot Jambi Diminta Bisa Selesaikan Persoalan Banjir Terutama Normalisasi Sungai

Baca juga: Ferdy Sambo Terdiam dan Menangis di Ruang Sidang, Ungkap Penyesalan dan Minta Maaf ke Anaknya

Berita Terkini