Kata Khairul Fahmi, TNI serius terkait hal tersebut, baik melalui profiling dan screening dalam proses seleksi prajurit, penanaman doktrin di lembaga pendidikan, maupun mekanisme reward and punishment dalam pembinaan SDM di kesatuan.
Khairul Fahmi menilai, meski Gatot Nurmantyo sudah pensiun dari TNI dan sampai saat ini tak berpartai, ia banyak terlibat dalam kegiatan yang bersifat politis.
Dengan demikian, kata dia, sulit untuk tidak melihat bahwa peringatan Gatot soal bahaya laten komunis diangkat untuk kepentingan politiknya.
"Pak Gatot ini tampaknya konsisten mengangkat isu ini, terutama setiap mendekati akhir September. Tanpa kita sadari, ia menjadi 'top of mind' dan menjadi bagian dari perbincangan, perdebatan dan pemberitaan tiap kali negara ini bersiap memperingati Hari Kesaktian Pancasila," ujar Khairul Fahmi.
Menurutnya, wajar Gatot Nurmantyo konsisten memilih isu komunisme untuk menjaga dan mengelola eksistensinya.
Dikatakan Khairul Fahmi, topik G30S/PKI sangat menarik bagi sebagian masyarakat, terutama kelompok-kelompok Islam maupun kelompok-kelompok yang terasosiasi dengan militer.
“Isu semacam itu banyak diminati oleh influencer dan buzzer baik online maupun offline,” ujarnya.
Khairul Fahmi bilang, banyak orang yang dengan senang hati dan sukarela akan menggaungkan narasi dan aksi apa pun yang terkait isu G30S, baik positif maupun negatif.
"Ada banyak media memberi ruang bagi kemunculan Gatot Nurmantyo, setiap tahun. Sekarang ini ibaratnya, membincangkan PKI tanpa menyebut nama Gatot itu gak ramai, gak seru," katanya.
Khairul Fahmi menilai hal tersebut menjadi peluang yang sangat dimengerti dan kemudian dikelola Gatot Nurmantyo dan timnya.
"Bayangkan saja, dia gak perlu repot membuat isu yang bisa menjamin eksistensi. Apalagi ditambah kata kunci 'TNI' dan 'Dudung' seperti sekarang. Jelas ramai," katanya lagi.
Masalahnya, sama seperti isu khilafah yang kerap dikonsumsi oleh kelompok lain, isu komunisme akhirnya seperti bara yang terus dipertahankan tetap menyala.
Ia justru khawatir penguasa, elit politik, dan para penyedia jasa pendampingan politik seperti tidak punya niatan membantu masyarakat keluar dari trauma masa lalu dan mendapatkan kebenaran.
Isu-isu tersebut, kata Khairul Fahmi, justru terkesan digunakan untuk adu kuat, menghadirkan polarisasi, memelihara kecurigaan dan rasa takut yang menyebar di kalangan masyarakat.
Menjawab penyusupan komunis di tubuh TNI, Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, membenarkan patung tiga tokoh di Museum Darma Bhakti Kostrad.