Konflik Orang Rimba dengan PT SAL Dimediasi Komnas HAM, Minta Pemerintah Tidak Diam Lihat Derita SAD

Penulis: Suang Sitanggang
Editor: Fitri Amalia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pertemuan perwakilan Orang Rimba (kanan) dengan unsur pejabat negara (kiri) yang terdiri dari Komnas HAM, Kantor Staf Presiden, Wakil Menteri ATR-BPN, anggota DPR RI, serta pemerintah daerah, pada Rabu (9/6/2021). Pertemuan ini bagian dari mediasi Orang Rimba dengan PT SAL.

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Selora seolah tak mampu menahan kegelisahan hatinya saat bertemu dengan para pejabat Negara, di Sarolangun, Provinsi Jambi.

Selora merupakan Orang Rimba dari Kelompok Sikar, yang tinggal di lahan konsesi perkebunan sawit PT Sari Aditya Loka (PT SAL). PT SAL merupakan anak perusahaan Astra Agro Lestari, bagian dari Astra Group.

Salaro dan puluhan Orang Rimba, atau biasa disebut Suku Anak Dalam, bertemu dengan Wakil Menteri Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional, Surya Tjandra; Komisioner Komnas Ham Sandra Moniaga; Deputi II Kantor Staf Presiden, dan Anggota DPD RI M Syukur, Rabu (9/6/2021).

Di hadapan orang-orang penting di Negara yang datang ke Sarolangun itu, secara tegas Salaro meminta pemerintah supaya membantu Orang Rimba agar bisa keluar dari persoalan mereka yang semakin pelik.

“Kalau Pemerintah tidak mau bantu kami, pemerintah membiarkan kami mati,” ungkap Selora, Orang Rimba Kelompok Sikar yang tinggal di Hulu Mandelang Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin, dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tribun dari pendamping Orang Rimba.

Pertemuan mereka itu diadakan di area PT SAL, Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Selora mengucapkan ini, terkait sulitnya hidup Orang Rimba yang sudah hidup di areal perkebunan. Berburu dan meramu hasil hutan semakin sulit dilakukan.

Keluhan serupa juga di sampaikan Induk Nur, Orang Rimba yang tinggal di Singosari Kelompok Tumenggung Miring atau yang juga dikenal H Helmi, di Desa Pematang Kabau Kecamatan Air Hitam Sarolangun.

Kelompok itu memang sudah diberikan perumahan, namun tidak dilengkapi lahan untuk usaha, sehingga mereka kesulitan untuk hidup.

Perlakuan ini sangat berbeda dengan transmigrasi yang di datangkan ke wilayah itu, yang diberi perumahan dan juga lahan usaha.

“Kami hanya minta wilayah adat kami dikembalikan,” kata Nur

Di sambung oleh Tumenggung Kecinto, pimpinan Orang Rimba Air Panas Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Sarolangun, telah terjadi pengambilan tanah adat Orang Rimba.

“Kami tidak meminta keseluruhannya di kembalikan, tapi beri kami lahan untuk hidup anak cucu kami ke depan,” kata Kecinto.
Ia mengatakan, Orang Rimba sudah diperlakukan dengan tidak adil.

Dalam seloko adat Orang Rimba Kecinto menyebutkan “Tanoh Cilako Tamon. Kalo saloh ambik dikembalikan, saloh makon dimuntahkan kalau saloh pakai dilepaskan”.

Seloko Orang Rimba ini bermakna orang Rimba tidak mau berkonflik berkepanjangan, namun akuilah hak mereka dan kembalikan kepada mereka yang bisa menjadi kehidupan anak cucu mereka ke depan.

Halaman
1234

Berita Terkini