TRIBUNJAMBI.COM - AS alias Acok (50) bersama tiga temannya tertangkap tim Kepolisian Resor Tanjung Jabung Barat saat berusaha menyeludupkan benur atau baby lobster sebanyak 36 kotak. Dari keterangan pihak kepolisian, Acok ditangkap dini hari, sekitar pukul 05.00 WIB di perairan Tanjung Jabung Barat, Jumat (20/5). Kepada Tribun Jambi, pria ini membeberkan modus dan peranannya yang diungkap dalam petikan wawancara berikut.
Saat penangkapan, apa yang dilakukan sebenarnya?
AS: Saya cuma penghubung dari darat ke laut. Ada 36 box (yang dibawa). Isinya (benur) saya tidak tahu.
Berapa lama merencanakan distribusi lobster di Tanjung Jabung Barat?
AS: Cukup lama. Saya kerjakan di bulan puasa. Sebelum puasa sudah menjalin komunikasi dengan yang mau mengirim.
Berapa lama melakoni peran ini?
AS: Tiga kali. Malam puasa pertama, puasa keempat, dan ini yang terakhir.
Siapa yang mengajak?
AS: Saya ketemu kawan lama, orang speedboat. Dia yang ajak kerja. Dia orang Batam. Saya pernah bawa kapal, dia bawa speedboat, kenal dari sana. Saya kenal sekitar tahun 2016. Dia dapat job, kasih ke saya untuk angkut barang itu, antar ke laut.
Apa yang dijanjikan?
AS: Dia menjanjikan upah, satu kali angkut Rp15 juta. Dari perairan sungai ke laut. Oper barangnya di laut, pakai (transportasi) pompong. Dari Tanjung Jabung Barat, dioper ke tengah laut, nanti disambut speedboat. Tapi dari sana, saya tidak tahu lagi dibawa ke mana, kemungkinan ke Batam.
Setelah selesai, setelah barang berhasil dioper ke tengah laut. Sehari atau dua hari baru dikirim dia, lewat transfer.
Upah Rp15 juta itu untuk Bapak sendiri atau dibagi?
AS: Dibagi rata di luar pengeluaran. Dihitung pengeluarannya dulu, baru dibagi rata. Saya ada empat orang (satu kelompok). Jadi tidak sampai Rp15 juta. Dikurangi pengelolaan, isi minyak, jadi sisa sekitar Rp13 juta, itu dibagi rata setelah dipotong operasionalnya.
Berapa jam proses transaksi selesai sampai dipindah ke speedboat?
AS: Kurang lebih 1-2 jam.
Teman yang bersama Bapak tertangkap membawa box ini, sama dengan orang-orang yang Bapak ajak sebelumnya?
AS: Iya, mereka sama-sama orang asli Tungkal, tapi satu orang kelahiran Riau kerja di Tungkal. Tapi yang kenal dari speedboat itu orang Batam, dia tinggal di sana. Kalau tidak salah di Hp saya namanya si Jep, agak muda sedikitlah dia.
Sebelumnya, profesi Bapak apa?
AS: Serabutan. Kadang nelayan, kadang kalau ada yang ajak kerja di kapal saya kerja di kapal.
Kegiatan ini hanya Bapak lakukan di perairan Tanjung Jabung Barat saja atau yang lain?
AS: Di Tanjung Jabung Barat saja. Kami melakukan cuma berempat saja Ini baru-baru kami lakukan.
Bisa Bapak ceritakan, proses penyelundupan benur ini seperti apa?
AS: Saya dapat telepon, disuruh kerja, malam ini ada benur masuk. Saya siapkan pompong untuk mengangkut. Katanya, barang dari Jambi mau dioper ke Kuala Tungkal. Jadi itu barang (benur) dari mobil, kami sambut dari bawah saja (dari pompong). Setelah selesai, kami bawa ke laut. Kami tidak saling mengenal. Komunikasinya melalui handphone. Janjian di tempat tertentu. Secara spesifik, peran saya di pompong.
Apa Bapak tahu, penyelundupan benur ini dilarang? Lalu apa yang mendorong Bapak untuk tetap melakukan penyelundupan?
AS: Tahu (dilarang). Saya tahu risikonya. Tapi karena lebaran sudah dekat, pekerjaan tidak ada lagi. Jadi masalahnya ekonomi.
Sebelum tertangkap, Bapak sempat lolos menyelundupkan benur dua kali, bagaimana Bapak dan kawan-kawan beraksi?
AS: Sembunyi-sembunyi saja. Kalau sepi kita kerjakan. Kami lihat-lihat kalau mau masuk, jam-jam malam pas sudah sepi, enggak ada orang lagi. Biasanya jam 12 sampai jam 3.
Bapak tahu siapa bos yang menggerakkan penyelundupan ini?
AS: Tidak tahu, tapi dari tiga kali itu orangnya sama, yang dari Batam. Tapi saya tidak tahu alamatnya. Saya cuma kenal dan saling punya nomor telepon. Saya hanya di transportasi saja, mengantar saja.