Berdamai dengan Sesama menjadi Wujud Nyata Berdamai dengan Tuhan.
Bacaan ayat: Matius 5:23-24 (TB) - Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
Oleh Pdt Feri Nugroho
Banyak orang berfikir bahwa hidup berkenan kepada Tuhan adalah perjuangan hidup seseorang yang bersifat personal atau pribadi.
Hal ini terlihat dalam ritual yang dilakukan: berdoa kepada Tuhan secara personal, sembahyang secara pribadi dan melakukan banyak hal baik secara pribadi.
Cara berfikir demikian sejalan dengan apa yang pernah Tuhan Yesus katakan bahwa ketika berdoa, seseorang perlu masuk ke dalam kamar dan berdoa kepada Tuhan yang tersembunyi.
Pada kesempatan lain, Tuhan Yesus juga mengajarkan agar ketika melakukan kebaikan melalui sedekah, tangan kiri tidak boleh tahu apa yang dilakukan tangan kanan saat melakukan tindakan membantu sesama.
Banyak ritual dan pengajaran menekankan kehidupan kesalehan yang sifatnya pribadi seakan tidak kena mengena dengan sesama.
Begitu semangatnya untuk berkenan kepada Tuhan dan memperoleh sorga, ironisnya, sampai-sampai melegalkan meniadakan nyawa sesama agar mendapatkan upah sorga kelak.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Jangan Membunuh Kehidupan Sesamamu Manusia
Mungkinkah Tuhan berkenan kepada hidup seseorang yang datang menyembah kepada-Nya, sementara di atas lantai tempat orang tersebut bersujud bersimbah dan banjir darah sesamanya?
Bukankah kehidupan itu berasal dari Tuhan dan milik Tuhan, yang diberikan kepada setiap orang untuk dipelihara dan dijaga sebagai berkat dari Tuhan?
Setelah Tuhan Yesus memberikan peringatan untuk mewaspadai benih-benih yang dapat mengarah kepada pembunuhan, Tuhan Yesus mengkaitkan hidup damai dengan sesama dengan tindakan ritual memberikan persembahan kepada Tuhan.
Persembahan adalah wujud syukur kepada Tuhan. Rasa syukur tersebut didasarkan pada kesadaran bahwa Tuhan telah berkarya banyak bagi kehidupannya.
Sudah seharusnya, rasa syukur itu berangkat dari hati yang damai dan sukacita.
Rasa syukur berangkat dari melihat tindakan Tuhan yang baik bagi kehidupannya.
Bukan hanya pada dirinya sendiri, namun juga pada sesama.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Gunakan Harta Benda untuk Kemuliaan Tuhan
Persembahan juga dimaknai sebagai simbol perdamaian dengan Tuhan.
Domba yang dijadikan persembahan, dibakar diatas mezbah bertujuan untuk hidup dalam damai dengan Allah.
Bagaimana mungkin datang untuk berdamai dan bersyukur kepada Allah, sedang hatinya sedang membenci dan tidak berdamai dengan sesamanya?
Jika itu terjadi, maka persembahanya menjadi tidak berguna. Ada yang bertolak belakang.
Bagaimana bisa seseorang berdamai dengan Allah sementara pada saat yang sama sedang menyimpan dendam kepada sesama?
Dengan tegas Tuhan Yesus menyatakan untuk meninggalkan persembahan tersebut dan berdamai dengan sesamanya.
Jika memberi persembahan, namun hati diliputi kebencian, maka persembahannya menjadi tidak berguna dan sia-sia.
Jika engkau akan memberikan persembahan dan teringat akan saudaranya yang sedang sakit hati kepadamu, maka tinggalkan persembahan itu dan berdamailah dahulu.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Hidup adalah Kristus dan Mati adalah Keuntungan
Baru engkau bisa memberikan persembahan dalam damai dan kelegaan.
Lalu, bagaimana jika saudaranya tidak mau berdamai, apakah itu berarti dia batal memberikan persembahan?
Perhatikan, fokus utama pernyataan Tuhan Yesus.
Dia lebih fokus pada dirimu yang bertindak proaktif untuk membangun perdamaian. Jika uluran tangan untuk berdamai itu ditolak, maka damai itu akan kembali kepada dirinya sendiri.
Berdamai itu tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Berdamai itu tetap bersikap baik meskipun dijahati.
Berdamai itu berarti mengulurkan tangan dan percaya bahwa Tuhan akan memperdamaikan.
Berdamai itu adalah sikap proaktif untuk menebar kasih tanpa berharap mendapatkan imbalan kasih yang setimpal.
Berdamai itu sikap tulus untuk melihat dan menghargai sesama manusia sebagai yang sama-sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Hubungan dengan Tuhan memang bersifat pribadi.
Namun hubungan itu akan terlihat nyata ketika membangun relasi dengan sesama.
Bagimana dengan kehidupan kita hari ini?
Memang, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk berdamai dan berbuat baik kepada kita.
Bahkan Tuhan pun, pada saat tertentu menghormati pilihan manusia, sekalipun pilihan itu bertolak belakang dengan kehendak-Nya.
Namun hal ini tidak pernah merubah tindakan Allah untuk terus mengasihi manusia.
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih. Pilihlah untuk hidup dalam damai meskipun berada dalam situasi yang tidak damai.
Pilihlah untuk berdamai sehingga dapat memberikan persembahan sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Amin
Renungan oleh Pdt Feri Nugroho S.Th, GKSBS Siloam Palembang