Mereka bersukacita melantunkan kalimat takbir sambil membawa obor mengelilingi area pengungsian. Namun yang menarik, pawai obor ini juga diikuti oleh pengungsi non-muslim.
TRIBUNJAMBI.COM - Suasana malam takbiran di Luru Utara sungguh berbeda tadi malam.
Banjir bandang yang menerjang enam kecamatan di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, membuat ratusan warga mengungsi di sejumlah titik.
Ada hal sangat menarik terlihat di lokasi pengungsian.
• Kakak Beradik Cabuli Remaja 13 Tahun, Hikin Teler dengan 15 Sachet Obat Batuk Cair
• Makan Daging Sapi & Kambing Tanpa Takut Kolesterol Naik, Perhatikan Tipsnya!
Meski dalam suasana yang tidak nyaman, para pengungsi tetap antusias menyambut hari raya Idul Adha.
Warga yang mengungsi di tenda darurat di Desa Meli, Kecamatan Baebunta, menggelar takbiran dan pawai obor.
Tradisi malam takbiran digelar oleh anak-anak pengungsi di mushala dan di area pengungsian lainnya.
Mereka bersukacita melantunkan kalimat takbir sambil membawa obor mengelilingi area pengungsian.
Namun yang menarik, pawai obor ini juga diikuti oleh pengungsi non-muslim.
• Fetish Kain Jarik, Pelecehan Seksual yang Hebohkan Sosmed karena Pakai Modus Bungkus Kain Jarik
Mereka membaur, menyatu dalam keberagaman dan merasakan suka dan duka di dalam pengungsian.
Nuansa takbiran di pengungsian ini membuat para pengungsi rindu dan mengenang masa bersama keluarga.
“Kami rindu dengan suasana di rumah, biasanya kalau malam lebaran atau takbiran ramai berkumpul bersama keluarga,” kata Resha, pengungsi asal Desa Radda kepada Kompas.com, Kamis (30/07/2020).
Menurut Resha, hal yang paling diingat adalah masa-masa saat berkumpul bersama keluarga sambil menyiapkan makanan khas lebaran Idul Adha.
“Biasanya masak buras, ketupat, coto, bakar ayam dan berbagai menu lainnya untuk dinikmati bersama keluarga dan tetangga. Tapi sekarang rumah tidak ada, jadi kami rindu dengan suasana itu,” ucap Resha.
Resha mengatakan, dia dan para pengungsi lainnya sudah 17 hari dalam masa pengungsian.