TRIBUNJAMBI.COM – Tokoh reformasi, Amien Rais kembali muncul ke publik.
Kali ini, kemunculannya, karena mengajukan gugatan baru ke Mahkamah Konstitusi ( MK), yakni pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020.
Amien Rais mengambil langkah ini diambil setelah gugatan Amien dkk terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 ditolak oleh MK.
Adapun UU Nomor 2 Tahun 2020 berisi tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-undang.
• Reaksi Nikita Mirzani Ketika Baim Wong Buat Video Klarifikasi: Ngapain Klarifikasi Kalau Gak Salah!
• Balita di Kerinci Alami Lumpuh Otak, Orang Tua Alisha Nur Alim Kebingungan Cari Biaya Berobat
• UPDATE WNI Yang Terjangkit Covid-19 di Luar Negeri Berjumlah 1.118 Orang
Berdasarkan yang tertera di laman resmi MK RI, gugatan tersebut dimohonkan pada Rabu (1/7/2020).
Selain Amien, gugatan itu juga dimohonkan oleh sejumlah pihak seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, hingga Mantan Penasihat KPK Abdullah Hahemahua.
Dalam gugatannya, Amien dkk menyoal UU Nomor 2 Tahun 2020 secara formil dan materil. Dari segi formil, pemohon memandang bahwa UU tersebut bertentangan dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UUD 1945.
Pasalnya, persetujuan DPR untuk menetapkan Perppu 1 Tahun 2020 sebagai UU diberikan dalam satu masa persidangan, yaitu masa sidang III. Pengajuan penetapan Perppu sebagai UU disampaikan pada 2 April 2020, kemudian disetujui pada 15 Mei 2020.
"Seharusnya apabila DPR menerima Perppu Nomor 1 Tahun 2020 pada masa sidang III, maka persetujuan atau penolakan terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dilakukan pada masa sidang IV," bunyi petikan permohonan.
Selain itu, pemohon juga berpandangan bahwa langkah DPR menyetujui Perppu tanpa melibatkan DPD bertentangan dengan Pasal 22 D Ayat (2) UUD 1945.
• Baru Saja Kena Musibah, Via Vallen Kembali Naik Pitam Usai Mobilnya Dibakar Cuma Settingan: Gak Ada!
• 19 Karyawan Terinfeksi Covid-19, Kantor dan Pabrik Unilever Ditutup Sementara, 800 Orang Dirumahkan
• Curhatan Pilu Aleesya Anak Engku Emran pada Laudya Cynthia Bella, Kini Ngotot Cerai dari Ayahnya
Secara materil, pemohon menyoal Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1, 2 dan 3, Pasal 27, serta Pasal 28. Pasal 2 menetapkan batasan defisit anggaran di atas 3 persen PDB tanpa adanya batas maksimal, dan mengikat UU APBN sampai tahun anggaran 2022.
Dengan adanya norma ini, UU 2/2020 dianggap menghilangkan fungsi legislasi dan budgeting DPR. Pasal tersebut juga dinilai melanggar ketentuan konstitusi yang menyebut bahwa UU APBN bersifat periodik atau harus ditetapkan setiap tahun.
Kemudian, Pasal 27 UU 2/2020 pada pokoknya mengatur bahwa bahwa pemerintah dan pejabat yang menjalankan kebijakan pemulihan ekonomi tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata.
Pemohon menilai, pasal tersebut memberikan hak imunitas yang sangat mungkin berkembang menjadi kesewenang-wenangan. Pasal ini juga dianggap berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi.
Terakhir, Pasal 28 mengatur mengenai tidak berlakunya 12 UU yang berkaitan dengan kebijakan UU 2/2020. Ke-12 UU itu tetap ada dan berlaku, tapi sebagian ketentuan dalam UU itu tak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan penanganan Covid-19.
• VIDEO Wabah Covid-19 Belum Usai, Virus Flu Babi Kini Mengancam Dunia
• Ratusan Personel Polda Jambi Naik Pangkat, Kapolda: Itu Berkat Keluarga
• 4 Perusahaan BUMN yang Masih buka Lowongan Kerja pada Juli 2020, Terima Lulusan SMA SMK D3 dan S1