"Intinya pelaku (ketua RT) langsung meminta maaf dan mengakui kesalahannya dengan alasan khilaf dan memang benar ditampar. Kemarin-kemarin sih ada memar bekas tamparan tapi kalau sekarang mungkin udah hilang karena udah beberapa hari," imbuh Naih.
Naih menuturkan, seharusnya sebagai ketua RT, bisa lebih bijak menyikapi pertanyaan masyarakat mengenai bantuan sosial.
Apalagi saat menghadapi masyarakat yang sudah lansia dan tidak mengerti tentang bansos.
"Kalau saya sebagai anaknya bisa menerima aja ya akhirnya dengan bijak saya juga tidak menuntut banyak. Intinya kalau masyarakat menanyakan ya seharusnya pemimpin (ketua Rt) jangan main tangan," tegas Naih.
Anak pertama ini juga menyayangkan sikap ketua RT tersebut karena tidak bijak dalam menyelesaikan persoalan bansos yang memang rentan jadi sasaran protes.
"Pertama dia kurang kontrol (pak RT) dan karena orang tua otomatis ibu saya nuntut karena haknya tidak diberikan ya nuntut lah. Untungnya dia langsung meminta maaf karena merasa salah kalau udah begitu ya gimana lagi."
"Ya kalau saya keluarga hanya ingin memberi efek jera bahwa sama seseorang itu jangan menganggap sepela lah kalau memang belum dapat ya jangan begitu. Pesan dari saya sih kalau memang haknya ya jujur aja cuman ya seorang RT kalau urusan masyarakat ya kita harus lapang dada kalau ada protes karena saya juga mengalami," bebernya.
Ketua RT tak terima diteriaki maling
Kapolsek Cibungbulang Polres Bogor Kompol Ade Yusuf menjelaskan bahwa kabar mengenai penganiyaan nenek Arni (70) bermula karena meneriaki penyalur bansos atau ketua RT dengan sebutan maling.
"Arni dengan nada emosi menyebut dan menuduh Asep dengan sebutan maling karena disebut maling di depan orang banyak kemudian Asep mendorong pipi Arni sampai terjatuh," ungkap Ade.
Perselisihan paham antara nenek Arni dengan ketua RT Asep berawal dari menanyakan tentang Bansos Bupati Bogor berupa beras, karena penerima Bansos tersebut atas nama Nirlana yang tak lain menantu Arni yang sudah bercerai dengan anaknya.
Kemudian disepakati bahwa penerima bansos tersebut dilimpahkan kepada Arni dan sudah terealisasi.
Setelah terealisasi pelimpahan penerima bansos tersebut, nenek Arni menerima satu karung beras.
Namun karena merasa harusnya menerima dua karung beras, kemudian nenek tersebut menanyakan perihal bansos kepada Asep dengan nada emosi, kemudian oleh dijelaskan bahwa penerima atas nama menantunya sudah pindah ke Desa Leuweungkolot.
Akhirnya, bantuan itu dilimpahkan ke nenek Arni yang diberikan sebanyak satu karung atau 15 kilogram beras saja.