Geger Aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ di Play Store Resahkan Warga, Pemerintah Aceh Protes ke Google

Editor: Tommy Kurniawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kitab Suci Aceh

TRIBUNJAMBI.COM - Baru-baru media sosial dihebohkan dengan adanya aplikasi Kitab Suci Aceh di Play Store.

Aplikasi tersebut mencatut nama ‘Kita Suci Aceh’, menggunakan bahasa Aceh, tetapi berisikan terjemahan kitab Taurat, Zabur, dan Injil. Reaksi pun bermunculan, mulai dari protes keras Pemerintah Aceh, hingga petisi yang ditujukan kepada Google dan Presiden Joko Widodo.

APLIKASI kontroversi yang dinamakan ‘Kita Suci Aceh’ dirilis oleh Faith Comes By Hearing di Google Play Store sejak 7 Agustus 2019 dengan updating terakhir pada 18 September 2019.

Meski demikian, aplikasi ini baru diketahui dan langsung heboh sebulan belakangan ini.

Pada bagian penjelasan tentang aplikasi tersebut dijelaskan bahwa aplikasi ini merupakan Kitab Suci Nusantara (Taurat, Zabur, dan Injil) terjemahan bahasa Aceh.

Gelombang Mirip Tsunami 3 Meter Muncul di Kawah Ijen, Andik Tewas

Akhirnya Rahasia Luna Maya Terbongkar, Artis Tampan Indonesia yang Jadi Idolanya, Bukan Herjunot Ali

Langsung Berhasil! Login www.pln.co.id Dapat Token Gratis Listrik PLN, Bisa via WA 08122123123

Panduan New Normal di Tempat Ibadah dari Masjid, Gereja, Pura, Kelenteng Dll

Tak heran jika semua tulisan teks yang terdapat di dalamnya menggunakan bahasa Aceh.

Aplikasi sebesar 23,50 MB ini tidak hanya dirancang untuk dibaca, tetapi juga didengar.  Karena itu, aplikasi ini juga dilengkapi dengan audio.

Lalu siapa sebenarnya Faith Comes By Hearing yang merilis aplikasi tersebut? Dilansir Wikipedia, Faith Comes By Hearing adalah organisasi nirlaba 501 internasional yang merekam dan menyediakan alkitab dalam bahasa-bahasa di dunia.

Di Google Play Store sendiri, tercatat ada 126 aplikasi yang dirilis oleh organisasi anggota Forum Agensi Alkitab Internasional dan Aliansi Global Wycliffe ini.

Kemunculan aplikasi ini kontan saja mengundang reaksi dari publik Aceh. Pemerintah Aceh bahkan melayangkan surat resmi kepada Google Indonesia.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, melalui suratnya bertanggal 30 Mei 2020, menyampaikan keberatan dan protes kepada Managing Director PT Google, di Jakarta.

"Sehubungan dengan munculnya aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ di Google Play Store yang dipelopori oleh Organisasi Kitab Suci Nusantara (kitabsucinusantara.org), kami berpendapat bahwa Google telah keliru dalam menerapkan prinsip General Code of Conduct-nya yaitu ‘Don’t Be Evil’ dan aturan-aturan yang tertuang dalam Developer Distribution Agreement-nya yang sangat menjunjung tinggi local law (hukum local)," ujar Nova dalam suratnya.

"Karena itu, kami atas nama Pemerintah dan masyarakat Aceh menyatakan keberatan dan protes keras terhadap aplikasi tersebut," lanjut Nova lagi.

Adapun poin-poin keberatan yang disampaikan Nova, yaitu penamaan aplikasi yang tidak lazim secara bahasa karena nama ‘Kitab Suci Aceh’ menunjukkan bahwa kitab suci tersebut hanya milik masyarakat Aceh.

Padahal lazimnya sebuah kitab suci adalah milik umat beragama tanpa batas teritorial, sehingga nama aplikasi seolah-olah menggambarkan bahwa mayoritas masyarakat Aceh adalah penganut kitab suci yang ada dalam aplikasi tersebut.

"Padahal kitab suci mayoritas masyarakat Aceh adalah Alquran," pungkas Nova.

Selanjutnya, peluncuran aplikasi tersebut dinilai sangat provokatif karena semua penutur bahasa Aceh di Aceh beragama Islam.

Oleh karena itu aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’ pada Google Play Store dapat dipahami sebagai upaya mendiskreditkan Aceh, pendangkalan aqidah dan penyebaran agama selain Islam kepada masyarakat Aceh.

Hal tersebut, kata Nova, bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (1) dan (2) UUD 1945, Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 21 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah, serta Pasal 3 dan 6 Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah.

Selain itu, aplikasi tersebut telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Aceh yang berdampak kepada kekacauan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan dapat menimbulkan konflik horizontal (chaos).

"Munculnya aplikasi ini telah menuai berbagai bentuk protes di kalangan masyarakat dan media sosial, baik secara pribadi maupun kelembagaan yang dapat mengancam kerukunan umat beragama (a threat to religious harmony) di Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi surat Nova.

Berkenaan dengan hal itu, Nova Iriansyah atas nama pemerintah dan masyarakat Aceh meminta kepada pihak Google untuk segera menutup aplikasi tersebut secara permanen. Surat tersebut juga ditembusi kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia; Menteri Agama Republik Indonesia di Jakarta; Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;

Wali Nanggroe Aceh; Ketua DPR Aceh; Pangdam Iskandar Muda;

Kapolda Aceh; Kajati Aceh dan Ketua MPU Aceh.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali, meminta masyarakat mempercayakan penyelesaian masalah ini kepada pemerintah. Lem Faisal juga meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan link aplikasi tersebut serta tidak menginstal atau mengunduhnya. "MPU Aceh mendukung segala upaya yang dilakukan Pemerintah dalam memprotes keberadaan aplikasi tersebut," ujar Lem Faisal.

Terkait perlu tidaknya mengeluarkan fatwa khusus yang mengharamkan penyebaran maupun pengunduhan aplikasi itu, Lem Faisal mengaku butuh pengkajian lanjutan.

Dosen Hadist Ahkam IAIN Langsa yang juga mantan Ketua MPU Kota Langsa, Tgk Dr H Zulkarnain MA, menduga aplikasi kontroversial itu merupakan bagian dari upaya pendangkalan terhadap aqidah umat Islam. Atau bisa juga bagian dari strategi pembentukan keyakinan yang sinkrites, yaitu penyatuan ajaran-ajaran agama dengan berbagai bentuk kepercayaan. Karena itu ia berpesan kepada seluruh masyarakat Aceh agar selalu mewaspadai segala macam bentuk pendangkalan aqidah dan pengembangan sinkritesme yang dapat merusak iman.

Pendapat yang hampir sama juga disampaikan Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Alidar. Ia meminta masyarakat Aceh agar tidak menginstal aplikasi ‘Kitab Suci Aceh’. "Aplikasi itu sepertinya memang ditargetkan untuk orang Aceh lantaran menggunakan bahasa Aceh. Tetapi tentu saja kita tidak perlu membukanya, apalagi menginstalnya di android," ujar Alidar.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, mengajak masyarakat untuk menyikapi keberadaan aplikasi tersebut dengan sikap tenang. Jalur protes protes yang ditempuh Pemerintah Aceh kepada Google diyakini akan membuahkan hasil sehingga aplikasi tersebut akan dicabut.

"Kita tidak boleh menyikapinya dengan emosi berlebihan, karena  itulah yang diharapkan para pembuat aplikasi itu. Kita harus tetap bersatu menjaga kerukunan," imbuhnya.

Selain itu, di media sosial kemarin juga muncul petisi yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dan Google yang isinya meminta agar aplikasi tersebut dihapus. Petisi muncul di laman daring Change.org, yang diajukan oleh akun atas nama RAKYAT ACEH yang diposting Jumat (29/5/2020). Pantauan Serambi hingga tadi malam, petisi itu telah mendapat 891 pendukung dan dikomentari sebanyak 64 kali.(masrizal/zubir/zaki mubarak)

Artikel ini telah tayang di, https://aceh.tribunnews.com/2020/05/31/dari-protes-keras-pemerintah-aceh-imbauan-mpu-hingga-petisi?page=all

Berita Terkini